Lihat ke Halaman Asli

Evi Ghozaly

| Penulis | Praktisi pendidikan | Konsultan pendidikan |

Semoga Gusti Allah SWT Selalu Menjagamu, Nak

Diperbarui: 26 Juli 2019   19:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Sejak berangkat ke Jepang pekan lalu, dia lebih sering menghubungi bapaknya dari pada saya, ibunya. Ya, sejak dia keukeuh memutuskan mengisi liburan ke negri sakura sendirian, saya memilih untuk lebih banyak mendoakan saja. Membantu menyiapkan satu dua hal yang diperlukan dan membuang jauh segala kekhawatiran.

Hingga hari keenam, semua baik-baik saja. Bertemu tantenya di Yonago, menginap di Fukuoka dan mampir ke Shibuya. Sesekali dia mengirim foto di group keluarga dan hanya malam menjelang tidur dia menghubungi saya. Itupun, "Cerita panjangnya nanti ya Um. Sekarang mohon doa dan suwuk saja nggih". Lalu saya bacakan fatihah dan shalawat, saya tiup di keningnya. Bismillah, saya pasrahkan njenengan pada Yang Maha Menjaga, Nak.

::

Tadi pagi dia tilp. Sedang mendaki gunung Fuji,  merasa sangat pusing. Kabarnya dia harus berbaring beberapa saat untuk mendapat pertolongan. Saya? Tentu sangat sangat cemas. Saya ingin menangis. Tapi ketenangannya membuat saya klakep.

Suaranya parau, "Mohon doakan Mas nggih Um. Alhamdulillah, Allah selalu mempertemukan dengan orang baik. Ini sudah ada yang memberi oksigen untuk terus saya hirup. Mohon doa, Um. Tinggal 400 meter lagi sampai puncak. Mas sudah sholat safar tadi, barusan dhuhur dan sholat hajat. InsyaAllah tak putus baca shalawat, Um. Mohon doa nggih".

Ya, L dan D selalu optimis. Saya belajar banyak dari anak-anak kami. Saya belajar banyak pada anak ragil kami. Saya juga belajar banyak pada anak sulung kami ini. Kalau sudah punya cita-cita dan rencana, selalu fokus. Sejak kecil dia lebih sering mengucap kalimat baik dan kata positif. Meski teliti dan penuh perhitungan, tapi dia juga tawakkal. Kedewasaannya sering mengalahkan saya, ibunya.

Saya jadi malu. Saya yang nyaris mengatakan, "Kan sudah dilarang naik Fuji, Nak. Ayo segera turun lagi, tak perlu sampai puncak", urung. Buru-buru saya menutup mulut. Menarik nafas panjang, "Bismillah. Gusti Allah akan selalu menjaga panjenengan, Nak. Semoga kuat sampai puncak. Tapi ukur kekuatan ya, sayang. Begitu turun, segera istirahat nggih".

"Mohon doa ya, Um. Boleh suwuk?". Sekali lagi saya bacakan fatihah dan shalawat. U'idzuka bikalimatillahi taammati minsyarri ma kholaq. Bismillahil ladzi laa yadzurru ma'as mihi syai'un fil ardli wala fis sama'i wahuwas sami'ul alim. Saya tiup keningnya. Salam, saya tutup hape.

Sambil menahan isak, saya kirim WA ke kakak-kakak dan beberapa sahabat, mohon agar dibantu doa. Doa para santri beliau-beliau yang sedang menuntut ilmupun, insyaAllah makbul.

::

Beberapa jam kemudian dia mengirim foto di group WA. Mengirimkan dua surat cinta, untuk saya dan bapaknya. Juga untuk adiknya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline