Lihat ke Halaman Asli

Upaya Keras Menuju Profesionalisme TNI

Diperbarui: 5 Oktober 2020   09:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto dirilis Selasa (9/6/2020), memperlihatkan prajurit TNI mengikuti upacara Operasi Siaga Tempur Laut Natuna 2020 di Pelabuhan Pangkalan TNI AL Ranai, Natuna, Kepulauan Riau. Demi menjaga kedaulatan RI, TNI menerjunkan delapan KRI yang silih berganti mengamankan Perairan Natuna dari ancaman kapal asing yang ingin mengeruk kekayaan sumber daya perikanan di perbatasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia tersebut.(ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT)

Memasuki usia TNI yang ke-75 pada 5 Oktober 2020 ini tuntutan masyarakat luas terhadap profesionalisme TNI dirasakan semakin berat dan kompleks.

Tuntutan yang didasarkan pada jati diri TNI sesuai Pasal 2 UU TNI, yaitu sebagai Tentara Rakyat, tentara yang anggotanya berasal dari warga negara Indonesia.

Tentara Pejuang, yaitu tentara yang berjuang menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak mengenal menyerah dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya.

Tentara Nasional, yaitu tentara kebangsaan Indonesia yang bertugas demi kepentingan negara di atas kepentingan daerah, suku, ras, dan golongan agama.

Tentara Profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikasi.

Bagaimana konsekuensinya?

Persaingan antarbangsa ke depan akan semakin ketat untuk menguasai pengetahuan dan teknologi. Militer dunia saat ini sudah memanfaatkan kecerdasan buatan, automation, augmented reality, teknologi siber, dan teknologi lainnya.

Presiden Jokowi berpandangan bahwa tantangan sekarang bukan lagi persoalan negara besar menguasai negara kecil, namun negara cepat menguasai negara lambat. Realitas kondisi ini sudah merupakan tuntutan zaman terkini sebagai dampak revolusi Industri 4.0 yang berkembang sangat cepat, termasuk juga pada industri militer. 

Artinya bagi TNI adalah bila pemerintah Indonesia tidak "rela" melihat militer Indonesia sekadar pasif menjadi "penonton", maka teknologi dan alutsista yang digunakan TNI juga harus dimodernisasi, disesuaikan dengan teknologi canggih yang digunakan pada negara maju lainnya. 

Otomatis tuntutan terhadap kualitas SDM TNI-nya juga menjadi semakin tinggi, agar mampu maksimal dalam mengawaki alutsistanya. Tidak boleh ada excuse lagi bagi personel TNI yang masih gaptek. Semua harus mau diubah dan berubah, alutsistanya dan juga prajuritnya.

Defile pasukan saat peringatan HUT ke-72 Tentara Nasional Indonesia di Dermaga Indah Kiat, Cilegon, Banten, Kamis (5/10/2017). Peringatan HUT TNI ini TNI dimeriahkan latihan gabungan dengan menggunakan alutsista andalan dari masing-masing matra TNI, Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. (KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO)

Di tengah meningkatnya eskalasi kawasan, termasuk di Laut China Selatan, penguatan militer memang hal yang tidak bisa ditawar. Ancaman terhadap kedaulatan wilayah Indonesia terasa nyata semakin tinggi, sehingga mengharuskan kita memiliki kekuatan pertahanan yang mumpuni.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline