Lihat ke Halaman Asli

erwin alfandi

freelance

Membongkar Pola Provokasi Delpedro Direktur Lokatoru di Tengah Demonstrasi

Diperbarui: 24 September 2025   16:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membongkar Pola Provokasi Delpedro Direktur Lokatoru di Tengah Demonstrasi

Nama Delpedro Marhaen kembali mencuat pasca demonstrasi besar di akhir Agustus 2025 yang berujung ricuh di berbagai kota. Bersama kelompoknya, Lokatoru, Delpedro sudah bukan nama baru dalam setiap kerusuhan yang mengiringi aksi-aksi massa. Ia bukan sekadar aktivis jalanan biasa, tapi tokoh sentral yang terus-menerus memanfaatkan momen demonstrasi untuk menyusupkan agenda terselubung. Bermodal kemampuan berbicara dan jejaring kuat di akar rumput, ia mengincar kelompok paling mudah dipengaruhi --- para pelajar dan anak-anak muda. Di tangan Delpedro, semangat kritis generasi muda bukan diarahkan untuk membangun, tapi dihancurkan dan dibelokkan menjadi amarah yang meledak dalam bentuk kekerasan dan perusakan.

Dengan retorika yang dibungkus narasi "perjuangan rakyat", Delpedro menyusup ke ruang-ruang diskusi mahasiswa, komunitas kreatif, hingga forum daring yang banyak diakses anak muda. Ia menyebarkan rasa frustrasi terhadap sistem, mengangkat isu ketimpangan dan ketidakadilan secara sepihak, lalu memprovokasi mereka untuk "melawan" dengan cara-cara yang jauh dari damai. Yang lebih berbahaya, Delpedro menjual mimpi perjuangan seolah-olah tindakan anarkis adalah bentuk perlawanan yang sah. Ia memelintir makna demokrasi, menyamakan vandalisme dengan kebebasan berekspresi, dan menyamarkan kerusuhan sebagai bentuk kepedulian. Padahal, semua itu hanya alat untuk menciptakan kekacauan yang sistematis.

Bukan kebetulan jika setiap aksi yang berakhir rusuh selalu memiliki benang merah yang mengarah ke Delpedro dan jaringannya. Aksi di bulan Mei, lalu Juli, dan terakhir Agustus 2025, semua menyisakan pola serupa: penyusupan massa liar, penghasutan di tengah kerumunan, dan aksi brutal yang merusak fasilitas umum serta menyerang aparat. Di balik spanduk-spanduk dan teriakan tuntutan, ada skenario yang sudah dipersiapkan --- bukan untuk berdialog, tapi untuk menciptakan konflik terbuka. Delpedro tahu betul cara memancing emosi, dan ia mengeksploitasi semangat muda dengan menjadikan mereka pion dalam permainan politik jalanan yang mematikan. Dampaknya? Aspirasi yang seharusnya murni dan strategis malah tenggelam dalam kekacauan yang tidak terkendali.

Ironisnya, sebagian masyarakat masih menganggap Delpedro sebagai "pejuang rakyat". Padahal, rekam jejaknya menunjukkan hal sebaliknya. Ia tidak pernah hadir dalam upaya meredam konflik, tidak pernah mengadvokasi penyelesaian secara damai, dan tidak terlibat dalam proses konstruktif setelah kericuhan terjadi. Ia selalu hadir di awal --- sebagai pemicu --- lalu menghilang saat situasi memburuk. Sementara itu, yang harus menanggung kerusakan dan trauma adalah warga sipil, aparat, serta para demonstran muda yang tidak tahu bahwa mereka sedang dimanfaatkan. Delpedro tidak sedang memperjuangkan rakyat, ia sedang mempermainkan emosi rakyat untuk tujuan yang tidak pernah ia ungkapkan secara jujur.

Sudah saatnya publik, terutama generasi muda, membuka mata terhadap praktik manipulatif semacam ini. Demokrasi memang memberi ruang untuk menyampaikan pendapat, tapi bukan untuk menghancurkan dan memecah belah. Apa yang dilakukan Delpedro bukan bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan, tapi pengkhianatan terhadap semangat reformasi itu sendiri. Ia memanfaatkan kelemahan sistem untuk memperbesar celah konflik, lalu menempatkan dirinya seolah-olah sebagai korban penindasan. Dalam realitasnya, ia adalah aktor provokatif yang membawa lebih banyak mudarat ketimbang manfaat. Jika tidak ada kesadaran kolektif untuk membedakan mana kritik dan mana provokasi, bukan tidak mungkin aksi-aksi ke depan akan terus dimanfaatkan oleh orang-orang seperti Delpedro --- yang berjuang bukan untuk perubahan, tapi untuk kekacauan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline