Lihat ke Halaman Asli

Erusnadi

Time Wait For No One

Cerpen | Tumbal Proyek

Diperbarui: 21 September 2019   14:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi. (sumber: Flickr, Atomic Indy)

Jalan yang dipilihnya seperti lubang tanpa cahaya. Gelap, dingin dan berbatu. Ia masuk jauh ke dalam seakan mendekati ajal di sudut bangunan proyek yang mencibirnya. Tapi ia tak peduli.

***

" Aku tak habis pikir, warga gampang bedolan. Tidak seorang, tapi satu kampung!" Kata Jimbul.

Jenny tak menimpali.

"5 tahun aku urus tanah pasti ada kendala. Tapi dia sudah menunjukkan prestasi, ini gila!"

Prestasinya cepat menjadi buah bibir, tapi secepat itu pula mengendap. Bagi mereka terpenting perusahaan untung, dan tiap bulan upah tak kurang. Malah tiga tahun Dimin di situ, tiga tahun itu juga upah naik terus.

Karenanya di tahun ke empat, kembali perusahaan kontraktor itu merencanakan pembangunan hotel. Lokasi tanahnya strategis, dan cukup jauh dari pemukiman. Luas tanahnya tiga hektar. Konon sudah dikelola turun temurun. Empat dari lima orang yang punya sudah sedia dibebaskan. Tinggal satu orang yang masih bertahan dengan alasan tanah keramat, dan harga yang murah.

"Kalau pun Aki tidak setuju, masih bisa jual sesuai NJOP. Tidak masalah. Terpenting dijual bersamaan,"bujuk Celeng mewakili yang lain.

"Kalian pastikan orang proyek itu jujur. Tidak seenaknya!"Kata Aki Sanca.

Namun kala transaksi dilakukan, harga tidak sesuai sebagaimana yang dijanjikan. Justru semakin murah. Anehnya keempat orang itu tetap manut, kecuali dirinya seorang. Ia protes sekaligus merobek salinan perjanjian yang dipegangnya, lalu pergi.

Dimin terkejut. Sementara lainnya senang terima uang. Setengah berlari ia mengejarnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline