Lihat ke Halaman Asli

Memahami Makna Perubahan

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Zaman ini berbeda dengan zaman itu, yaitu masa yang dulu dilalui oleh orang tua kita, bangsa Indonesia kini juga berbeda dengan Indonesia kala Sukarno dan Suharto memimpin dahulu, bahkan sampai perkara yang paling kecil dan sederhana pun ikut berevolusi mengikuti pergerakan langkah zaman.

Kalau demikian adanya, maka tidak ada satu orang pun di belahan bumi ini yang mampu terhindar dari perubahan. Kalau begitu apakah hidup ini untuk sebuah perubahan? Ini bukan teori evolusinya Darwin yang terkenal itu, tapi evolusi yang dimaksud disini adalah suatu keadaan yang disertai dengan rentetan peristiwa yang melekat dan dialami oleh setiap individu.

Jika disempitkan lagi, kalau kita bicara mengenai perubahan maka secara bahasa materil ada dua hal yang perlu dicermati oleh setiap orang. pertama adalah kata "perubahan" itu sendiri, karna tidak bisa dipungkiri bahwa ada perubahan yang dinilai banyak orang sebagai sesuatu yang positif, namun ada juga perubahan yang menurut sebagian orang dinilai sebagai hal yang negatif.

Pada umumnya, jika perubahan itu membawa kepada kemaslahatan bagi dirinya dan orang banyak maka hal itu dinilai positif oleh banyak orang, tapi tidak mustahil bahwa sebenarnya hal itu bukan positif tapi justru berdampak negatif dalam waktu yang akan datang. Satu contoh misalnya, dulu ketika zaman orde baru, sistem yang dipakai oleh pemerintah bersifat sentralistik dan pada waktu itu mayoritas masyarakat menganggap hal itu sebagai hal yang positif jika dibandingkan dengan keadaan sebelumnya, dimana pemerintah dan masyarakat setiap waktu harus menghadapi rasa cemas akibat kejahatan penjajah Belanda dan Jepang. Tapi sekarang, ditahun 2014 Indonesia dan masyarakat menganggap sistem sentralisasi sudah tidak relevan dengan keadaan yang ada, ketidak relevanya itu dinilai akibat dari rentetan peristiwa yang dialami oleh banyak orang, sehingga muncullah suatu sistem baru yang dinilai positif yaitu otonom. Saya kira contoh ini cukup untuk memahami makna materil kata "Perubahan", adapun untuk persoalan dalam bidang yang lain atau dalam perkara yang lebih kecil cukup menganalogikan dengan contoh di atas.

Faktor yang kedua dalam memahami makna perubahan adalah "proses". Memahami sebuah proses bukan lah hal yang mudah, karna perkara ini terkait dengan inter-aksi banyak hal, sehingga tidak mudah menyimpulkan suatu proses. Misalnya, Mengapa dan bagaimana Susilo Bmbang Yodoyono (SBY) bisa menjadi Presiden RI? Bagaimana menyimpulkan proses yang dijalani dan dialami oleh Presiden SBY? Sekali lagi ini bukan hal yang mudah. Kalau bagi sebagian orang; itu bisa terjadi karna sudah menjadi takdirnya menjadi Presiden. Satu sisi ungkapan itu tidak keliru, namun perkataan itu tidak memiliki penjelasan ilmiah yang bisa membuka fikiran banyak orang mengenai cara dan proses untuk menjadi Presiden.

Bagi siapa saja yang mengagumi karna seninya Iwan Fals, sang musisi fenomenal itu, tentu tau bahwa ada potongan baid dalam lagunya yang berbunyi "yang penting adalah prosesnya". Kalau dilihat dengan kaca mata takdir tentu menjadi tidak menarik untuk membahas makna proses, tapi kalau "proses" dipahami dengan beragam ilmu pengetahuan, maka rasanya akan berbeda dan lebih memberi nilai plus bagi banyak orang.

Kalau "proses" itu terjadi karna banyaknya inter-aksi dengan beragam hal, maka sebenarnya proses itu bisa disederhanakan. Contoh, Sebelum SBY menjadi Presiden, beliau berprofesi sebagai militer, padahal kalau dilihat secara ilmiah, puncak pencapaian seorang militer bukan Presiden, tapi mengapa beliau bisa menjadi Presiden? Ini artinya ada pengrucutan inter-aksi yang bisa menghasilkan suatu kesimpulan yang jelas tentang subuah proses.

Perlu dicatat pula bahwa proses itu tidak semestinya sesuai dengan objek pencapaian, contoh yang jelas terkait hal ini bisa dilihat pada naiknya KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Presiden RI. Kalau dilihat proses inter-aksi yang dijalani oleh Gus Dur, maka sebenarnya tidak ilmiah kalau Gus Dur bisa menjadi Presiden, susah untuk menggali alasan yang masuk akal dan berkata; Iya Gus Dur itu layak secara ilmiah untuk menjadi Presiden, tapi buktinya beliau bisa menjadi Presiden dan kepemimpinanya dikagumi oleh banyak kalangan baik luar maupun dalam negri. Padahal dari kecil sampai dewasa dan menjelang tua, dunia yang dipelajari dan digeluti oleh Gus Dur selalu berkaitan dengan agama. Ketika kecil beliau hidup dan belajar dipesantren, ketika dewasa beliau belajar agama di universitas Al. Azhar mesir, dan publik mengenal beliau sebagai seorang ulama, tapi bagaimana ilmiah mampu menyingkap proses yang dijalani Gus Dur sehingga beliau bisa menjadi Presiden. Ini lah yang dimaksud dengan "proses itu tidak selalu sesuai dengan objek pencapaian". Tapi pada umumnya Pencapaian itu selalu seiring dengan proses yang dijalani, misalnya ketika seorang belajar ilmu kedokteran kelak dia akan menjadi dokter sungguhan. Lagi, ketika ada seseorang yang mempelajari ilmu hukum tidak jarang dari mereka yang menjadi Hakim, Jaksa dan seterusnya.

Dari uaraian singkat ini bisa disimpulkan bahwa perubahan dan proses itu saling bertalian erat. Perlu disimpulkan pula bahwa perubahan positif dan negatif itu bersifat relatif dan dinamis bergantung pada keadaan dan penilaian.  Sementara proses adalah suatu keadaan singkat yang sulit untuk diterka oleh ilmiah namun masih memungkinkan untuk disimpulkan tergantung dengan inter-aksi yang terlibat di dalamnya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline