Lihat ke Halaman Asli

Fajar Perada

seorang jurnalis independen

Konflik Kepentingan Agung Firman di BPK RI dan PBSI Sangat Rawan Terjadi

Diperbarui: 29 September 2020   00:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Agung Firman Sampurna, Ketua BPK RI yang dimunculkan jadi Ketum PBSI (foto: kompas.com)

Menjelang Musyawarah Nasional PB PBSI tahun 2020 yang akan digelar akhir Oktober atau November ini, di Jakarta, muncul nama Agung Firman Sampurna. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI ini dijagokan untuk menggantikan Jenderal (purn) Wiranto, Ketum PBSI saat ini.

Terlepas dari pengalamannya yang minim tentang dunia dan organisasi bulutangkis nasional, munculnya Firman Agung sebenarnya tidak etis. Pasalnya sebagai ketua BPK, dia memiliki tugas utama untuk melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK.

Dalam UU No 15 tahun 2006 tentang BPK tahun Pasal 6  (1) berbunyi "BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara." (https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/40184/uu-no-15-tahun-2006)

Sementara PBSI sendiri adalah sebuah organisasi olahraga yang selama ini menerima dana bantuan pelatnas dari Kemenpora sebesar Rp18,6 miliar untuk persiapan Olimpiade 2020. (https://www.beritasatu.com/jayanty-nada-shofa/nasional/599851/dana-pelatnas-olimpiade-cair-tiga-cabor-terima-total-rp-318-m). Meski konon dana itu masih dirasakan kurang oleh organisasi tepok bulu angsa ini, namun yang namanya uang negara tentu harus dipertanggungjawabkan.

Konflik Kepentingan Agung

Kondisi tersebut tentu saja akan membuat Agung memiliki konflik kepentingan jika dirinya menjadi Ketua Umum PBSI ke depan.  Masa sih, nantinya Agung sebagai Ketua BPK yang harus memeriksa laporan keuangan dana negara menerima laporan dari Agung sebagai Ketua Umum PBSI.

Tentu dari sisi tersebut, tidak etis bagi seorang Agung merangkap jabatan dari organisasi yang juga menggunakan uang negara.  Terlebih dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan, pasal 5 (2)  menyebutkan  (2)        Setiap Anggota BPK dilarang:

o.        terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan objek Pemeriksaan, seperti memberikan  jasa  asistensi,   jasa   konsultasi,   jasa pengembangan sistem, jasa penyusunan dan/atau review laporan keuangan objek Pemeriksaan; dan

p.        memerintahkan dan/atau mempengaruhi dan/atau mengubah temuan Pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi Hasil Pemeriksaan yang tidak sesuai   dengan   fakta   dan/atau    bukti-bukti yang diperoleh pada saat Pemeriksaan, sehingga mengakibatkan temuan Pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi Hasil Pemeriksaan menjadi tidak objektif. (https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/101834/peraturan-bpk-no-4-tahun-2018)

Temuan BPK dalam Anggaran Pelatnas

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline