Lihat ke Halaman Asli

Lebih Dekat dengan Soe Hok Gie

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_165975" align="alignleft" width="288" caption="Patung cupid nisan Soe Hok Gie"][/caption]

Tidak pernah sebelumnya membayangkan bisa berada ditempat ini, melihat tempat yang pernah menjadi persinggahan jasadmu. Diiringi sepasang kupu-kupu putih aku melihat prasasti itu, berharap ada ketenangan yang engkau rasakan disana. Soe Hok Gie, aku telah datang. Namun, belum semua janji ini terpenuhi hingga pada saat hari nanti aku bisa menemukan dirimu yang lain di lembah kasih Mandalawangi.

Minggu pagi saya telah bersiap untuk bisa mengunjungi salah satu tempat yang harus dikunjungi selama di jakarta ini. Tempat pertama kali seseorang yang selama ini memberikan jawaban yang selama ini masih saya cari di semayamkan sebelum akhirnya dibongkar kembali karena penggusuran. Apakah harus setragis itu dia merasakan kegelisahan hingga tempat jasadnya pun harus berpindah. Namun karena penggusuran pada tahun 1971, menjadikan salah satu keinginan Soe Hok Gie terwujud, menyatu dengan bukit Mandalawangi.

Mandalawangi merupakan salah satu lembah yang berada di gunung pangrango, Pangrango menjadi salah satu gunung favoritnya untuk melepas kepenatan yang ada di jakarta. Bersama teman-temannya ia sering berada di lembah Kasih begitu Soe menyebutnya disalah satu puisinya tentang Mandalawangi yang juga menjadi salah satu puisi Scoring film Gie karya Riri Riza. Tidak banyak yang harus saya ceritakan tentang perjalanan Soe Hok Gie  karena teman-teman pasti sudah tahu lebih banyak tentangnya daripada saya.


Nisan Soe Hok Gie berada di dalam komplek museum Taman Prasasti yang ada di jalan Tanah Abang I. Tidak sulit untuk menemukan tempat bersejarah di abad 16-20 itu. Saya menuju tempat itu menggunakan transportasi Busway dan turun di halte Museum Nasional, dari museum nasional saya berjalan kaki ke utara dengan jarak kurang dari 2 km. Memang sangat melelahkan tapi patut dicoba, karena daerah tersebut begitu rindang. Ojek juga menjadi pilihan alternatif dari halte Museum Nasional untuk menuju Museum Taman Prasasti itu.

[caption id="attachment_165956" align="aligncenter" width="300" caption="Depan Museum Prasasti dengan meriam dikanan kiri sisinya"][/caption]


[caption id="attachment_165959" align="aligncenter" width="300" caption="Lihatlah lebih dalam, apa yang kita temuka. Sampah."][/caption]


Didepan kita sudah disambut oleh beberapa tiga buah prasasti yang abstrak menurut saya ini karena saya memang tidak memahami prasasti itu, dan dua buah meriam yang didalamnya berisi sampah yang berasal dari orang kurang kerjaan. Tiket masuk ke dalam Taman Prasasti cukup murah. Dengan harga Rp. 2000, kita bisa menyaksikan prasasti yang berasal dari abad 16. Kebanyakan saya perhatikan merupakan Prasasti yang di buat oleh Belanda. Memasuki Taman pilar-pilar berjejer dengan rapi, kita seperti langsung dibawa ke abad 16 saat itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline