Teknologi CRISPR (Clustered Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats) merupakan terobosan revolusioner dalam bidang genetika yang telah mengubah paradigma pengobatan genetik. Awalnya ditemukan pada bakteri dan archaea sebagai strategi kekebalan adaptif, CRISPR-Cas kemudian berkembang menjadi alat yang sangat efektif untuk pengeditan genom berkat fleksibilitas, kesederhanaan, efisiensi, dan presisinya.
Aplikasi dalam Pengobatan Genetik
CRISPR-Cas telah banyak digunakan dalam berbagai aplikasi medis, termasuk identifikasi dan validasi target obat baru serta terapi genetik. Salah satu contoh yang menonjol adalah penggunaan CRISPR-Cas9 dalam terapi gen untuk mengobati penyakit genetik seperti distrofia otot Duchenne, kekurangan 1-antitripsin, kehilangan pendengaran, dan penyakit hematopoietik. Dalam beberapa uji klinis, CRISPR-Cas9 telah menunjukkan potensi besar dalam menghilangkan infeksi HIV-1 melalui pengeditan gen CCR5 pada sel induk hematopoietik dan progenitor (HSPCs).
Selain itu, teknologi CRISPR juga digunakan dalam pengembangan alat diagnostik yang memungkinkan deteksi cepat dan kuantitatif untuk penyakit infeksi seperti Dengue dan Zika melalui platform seperti SHERLOCKv2. Dengan kemampuan multitarget DNA dan RNA, CRISPR dapat digunakan sebagai tes diagnostik yang portabel dan efisien.
Kemajuan Terbaru dan Tantangan
Baru-baru ini, teknologi CRISPR mengalami perkembangan dengan metode pengeditan genom yang lebih presisi, seperti "prime editing". Metode ini memungkinkan penyisipan, penghapusan, dan mutasi titik yang sangat tepat tanpa menyebabkan pemutusan untai ganda atau memerlukan templat DNA donor. Misalnya, Anzalone et al. berhasil menggunakan prime editing untuk memperbaiki mutasi yang menyebabkan penyakit sel sabit dan Tay-Sachs. Namun, meskipun metode ini dikhawatirkan dapat menimbulkan konsekuensi patogen.
Kekhawatiran Etis dan Keamanan
Penggunaan CRISPR pada pengeditan genom embrio manusia menimbulkan banyak perdebatan etis. Contohnya, pengeditan genom pada bayi kembar oleh Jiankui He menyebabkan kontroversi besar. Menginaktivasi gen CCR5 tanpa mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang dapat meningkatkan resiko komplikasi dari infeksi virus lainnya. Oleh karena itu, ada seruan untuk moratorium global terhadap aplikasi klinis pengeditan garis germinal manusia hingga kerangka kerja internasional yang jelas dapat ditetapkan dan resiko jangka panjang dipahami sepenuhnya. Dalam mengembangkan teknologi ini, penting untuk mempertimbangkan aspek etis dan keamanan agar manfaatnya dapat dimaksimalkan tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan.
Referensi:
Microsoft Copilot