Lihat ke Halaman Asli

Perkembangan Pendidikan Islam di negara dengan mayoritas penduduk non-muslim

Diperbarui: 25 September 2025   07:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Studi islam di negara non muslim: Tantangan, adaptasi, dan kontribusi akdemispendahuluan studi islam di negara-negara non-muslim telah berkembang pesat dalam beberapa waktu terakhir sebagian respon terhadap meningkatnya kebutuhan pemahaman budaya dan agama, di tenga gerakan globalisasi dan mobilitas masyarakat, pendapat ilmiah tentang islam menjadi sangat penting untuk memperkuat dialog antar agama serta mengurangi tiruan dan prasangka. Universitas dan pusat kajian di negara-negara barat, Asia, dan kawasan lainnya yang mayoritas penduduknya bukan muslim, kini menawarkan progam studi islam yang beragam, dari segi teologi, hukum, sejarah, hingga kritik kontemporer seperti politik dan sosiologi islam, artikel ini membahas tentang apa yang di hadapi, adaptasi yang di lakukan, serta kontribusi akademis dari studi islam di lingkungan non-muslim, studi ini menghadapi beragam tantangan terkait bahasa, perspektif akademis, dan presepsi sosial yang mempengaruhi kualitas serta penerimaan kajian tersebut. tantangan studi islam di negara non-muslim salah satu tantangan utama adalah kendala bahasa. sumber sumber utama islam terutama Al-qur'an dan hadis, serta tulisan klasik yang umumnya berbahasa arab, Mahasiswa di negara non-Muslim perlu mempelajari bahasa Arab untuk mengakses teks-teks asli secara akurat. Namun, tidak semua institusi mampu menyediakan pembelajaran bahasa Arab yang intensif sehingga hal ini bisa menjadi penghambat bagi pemahaman mendalam ().Perspektif akademis juga berbeda. Banyak dosen dan peneliti yang berasal dari latar belakang non-Muslim mendekati Islam sebagai objek kajian ilmiah, sehingga aspek spiritual dan nilai-nilai keagamaan kurang mendapat perhatian. Pendekatan sekuler dan akademik ini kadang memunculkan kritik dari kalangan Muslim yang menginginkan kajian yang lebih menghormati dimensi keimanan Islam ().Selain itu, Islamofobia dan prasangka sosial terhadap Islam di banyak negara non-Muslim dapat memengaruhi lingkungan akademik dan sosial mahasiswa studi Islam. Hal ini terutama dirasakan oleh mahasiswa Muslim yang mungkin menghadapi diskriminasi atau stereotip negatif. Kendala ini menyebabkan tantangan psikologis dan sosial yang tidak ringan dalam proses pembelajaran .Adaptasi dan Pendekatan dalam Studi Islam di Negara Non-MuslimUntuk mengatasi kendala tersebut, banyak institusi pendidikan dan akademisi di negara non-Muslim mengembangkan pendekatan adaptif. Salah satunya adalah mengintensifkan pembelajaran bahasa Arab melalui kerja sama dengan institusi berkompeten dan menyediakan kurikulum bahasa Arab yang sistematis bagi mahasiswa studi Islam. Pendekatan multidisipliner juga makin diutamakan, menggabungkan kajian Islam dengan ilmu budaya, politik, sosiologi, dan filsafat. Pendekatan ini memperkaya wawasan mahasiswa sehingga mereka dapat memahami Islam dalam konteks sosial budaya yang lebih luas, tidak hanya sebagai sekedar objek teologis ().Kehadiran dosen dan akademisi Muslim juga sangat diperhatikan untuk memberikan perspektif yang otentik dan mengurangi bias dalam kajian. Keterlibatan akademisi Muslim ini membantu menyeimbangkan sudut pandang dalam studi Islam, serta mendorong dialog interkultural yang konstruktif ().Perkembangan Studi Islam di Negara Barat dan Asia TenggaraDi negara Barat seperti Jerman, Inggris, Amerika, dan Kanada, studi Islam tidak hanya mencakup kajian teologis, tetapi juga bahasa, budaya, serta sejarah Islam. Studi Islam di Jerman misalnya, lebih dikenal sebagai bagian dari kajian orientalis yang fokus pada bahasa dan perkembangan internal Islam, dengan tokoh-tokoh penting seperti Theodor Noldeke dan Ignaz Goldziher yang dikenal atas penelitian Al-Qur'an dan sejarah Islam klasik .Di Asia Tenggara, khususnya Indonesia sebagai negara dengan mayoritas Muslim, studi Islam berkembang pesat dengan fokus pada aspek sosial, budaya, dan pendidikan. Studi Islam di kawasan ini juga dipengaruhi oleh interaksi lintas budaya, sehingga memperkaya khasanah kajian Islam secara global .Studi Islam oleh Akademisi Muslim dan Non-MuslimDalam studi Islam yang dilakukan oleh akademisi Muslim di negara non-Muslim, muncul pendekatan kritis yang menggabungkan pemahaman keagamaan dengan metode studi akademik Barat. Banyak sarjana Muslim lulusan universitas Barat yang mengembangkan kajian Islam dengan pendekatan pengalaman dan kritik ilmiah, sekaligus mempertahankan nilai-nilai keislaman. Tokoh seperti Fazlur Rahman dan Nashr Hamid Abu Zayd adalah contoh sarjana Muslim yang kritis dan progresif dalam studi Islam .Sementara itu, kalangan akademisi non-Muslim awalnya mengkaji Islam dari perspektif orientalis dengan pendekatan yang berbeda, sering kali berangkat dari mempertahankan keyakinan agama sendiri. Namun seiring waktu, muncul upaya untuk mengkaji Islam secara objektif dengan pendekatan pengalaman yang berusaha memahami Islam sebagaimana umat Islam memahaminya .KesimpulanStudi Islam di negara non-Muslim merupakan bidang kajian yang semakin relevan dan penting di era globalisasi. Walaupun menghadapi berbagai tantangan bahasa, perspektif akademik, dan sosial, studi ini terus berkembang dengan adaptasi pendekatan dispiplin ilmu dan keterlibatan akademisi Muslim. Di negara-negara Barat maupun Asia Tenggara, studi Islam memberikan kontribusi penting dalam memperluas pemahaman lintas budaya dan agama. Sinergi antara akademisi Muslim dan non-Muslim menjadi kunci untuk menghasilkan kajian Islam yang komprehensif, objektif, dan mengakar pada nilai-nilai keislamanKesimpulanSejarah dan perkembangan studi Islam menunjukkan adanya perubahan orientasi dari pendekatan normatif ke arah yang lebih kritis, ilmiah, dan multidisipliner. Studi Islam di negara Barat dan non-Muslim terus berkembang dan menjadi bagian penting dari dialog lintas peradaban. Metodologi yang diterapkan dalam studi Islam juga semakin beragam, memadukan analisis tekstual, historis, dan kontekstual sehingga hasil kajian semakin relevan dengan tuntutan zaman.Dengan demikian, penting bagi para akademisi, praktisi, dan masyarakat luas untuk selalu mengadaptasi perkembangan metodologi serta memperkaya literatur kajian Islam dengan hasil riset terbaru. Kolaborasi antara institusi di negara Muslim dan non-Muslim juga sangat diperlukan untuk menciptakan pemahaman yang komprehensif dan saling melengkapi demi memperkuat nilai-nilai humanisme dan toleransi dalam beragama dan bermasyarakat

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline