Lihat ke Halaman Asli

Elly Suryani

TERVERIFIKASI

Dulu Pekerja Kantoran, sekarang manusia bebas yang terus berkaya

Perempuan yang Memetik Mawar, Simbol Pergulatan Batin Perempuan

Diperbarui: 14 Agustus 2018   19:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber:Kompal

Sudah lama saya menerima buku, berbentuk Novel berjudul "Perempuan Yang Memetik Mawar". Sebab berteman di Facebook dengan penulisnya, yang saat itu sedang mempromosikan buku tersebut, ya saya pesan.

Maka, seperti dugaan, betul saja, buku itu lama menumpuk di rak buku, berteman dengan beberapa puluh buku lain yang belum sempat terbaca, ah. Saya menghabiskan waktu sehari, sehari sebelum hadir dia acara Bedah Novel tersebut untuk membaca buku tersebut.

Bedah Novel tersebut berlangsung hari Minggu kemarin, tanggal 12 Agustus 2018 di Aula Perpustakaan Provinsi Sumatera Selatan, pukul 13.00 WIB sampai selesai. Saya hadir bersama tim Kompal yang kompak selalu dan ceria itu, ada Dokter Posma Siiahaan, ada mba Soufie Retorika, Ada Winda Lestari, ada Molzania. 

Sumber: Dok.Pribadi

Sumber: Dok.Pribadi

Sumber: Dok.Pribadi

Sumber: Dok.Pribadi

Sebelum mulai menyampaikan review, saya ingin sedikit bercerita lagi. Perempuan Yang Memetik Mawar, novel yang ditulis oleh Dahlia Rasyad. Dia, penulis muda dari Palembang. Beberapa teman menyebutnya Sastrawan Perempuan dari Palembang, Sumatera Selatan mengingat terbatasnya jumlah penulis perempuan yang menghasilkan karya sastra, katanya.

Bagi saya pribadi pengkotakkan Sastrawan Perempuan, Laki-laki itu tidak begitu penting. Hal yang lebih penting adalah kualitas tulisan, Perempuan dan laki-laki punya kesempatan dan kans yang sama untuk menulis dan punya kesempatan yang sama untuk diakui jika memang tulisannya bagus. Jika sebuah karya bagus akan saya bilang bagus, tidak perduli dia laki-laki atau perempuan.

Tetapi, ketika Perempuan memang sangat langka menulis, dalam hal ini sastra, ya saya setuju saja ketika ada pelabelan "Sastrawan Perempuan", untuk memberi motivasi perempuan agar semangat menulis karya sastra.  Dan memang benar Sastrawan Perempuan di Palembang, Sumatera Selatan itu sangat sedikit, bahkan cenderung langka.

Bedah Novel Perempuan yang Memetik Mawar dipandu oleh moderator dari Sriwijaya Post, Sdinah Trisman. Selanjutnya, dibedah oleh beberapa kampiun sastra nih. Ada Ibu Ken Zuraida (Teatrikal, istri WS. Rendra). Ada Dian Susilastri (Akademisi, tepatnya Peneliti Bidang sastra, Lembaga Bahasa Sumatera Selatan). Ada Syamsul Fajri (penulis, sastrawan Sumatera Selatan).

Hal yang membuat saya terpana, para hadirin serius sekali memberi masukkan. Wah hebat nih rupanya acara bedah novel tersebut dihadiri juga oleh para sastrawan dan para penikmat satra dari Palembang.

Ada seorang yang memberi tanggapan kepada Penulis agar penulis lebih menguatkan isu terkait Hilir Musi yang dikaitkan dengan Kerajaan Sriwijaya dan ada juga yang menyarankan penulis untuk belajar mengangkat isu perempuan dan kelokalan dari Arundhati Roy (penulis perempuan dari India), Gabriel Garcia Marquez (Pemenang Nobel dari Kolumbia).

Isu Perempuan dengan Diksi Lokal

Isu Perempuan itu memang seksi. Seksi dan dianggap isu universal sebab hampir sebagian besar Perempuan di negara dunia Ketiga mengalami ketidakadilan gender. Perempuan dengan segala permasalahan di dalamnya (ketidakadilan gender, polygami dll). Hal ini diangkat secara mendalam oleh Penulis, Dahlia Rasyad.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline