Lihat ke Halaman Asli

Obituari Hati

Diperbarui: 15 September 2019   11:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Begitu banyak  jalan terjal yang sudah kulewati. Sesak nafas ini ditindih sejuta bayang, wujudnya dibelenggu langkah waktu tak menentu. Berdetak dan terus hening tak bersuara, lalu mati.

Hampa dan akan terus begitu, jiwa kembali ke alam lamun. Dimana hati sempat terpaut pada satu wujud bening nan lembut. Memainkan birama rindu, yang ketukan nadanya bagai membawaku terbang ke taman firdaus. Namun, seiring langkah waktu, birama itu sirna dibawa angin dan menjelma jadi kenangan, lalu mati.

Kenangan itu kini telah berkarat, menutup ruang hati.  Pendulum waktu yang kuharap mampu mengurai labirin hati yang merindu, nyatanya tak mampu merayu. Jiwa tetap bercengkrama sepi, lalu mati.

Aku adalah sang pencinta, terus terbual alam mimpi yang terhampar diluasnya rumput sepi. Tak ada sapa. Tak ada tanya, tak ada tatap mata, kecuali gundah gulana yang terus bergumul dengan laranya jiwa. Sepi terus mengoyak pertahanan jiwa dengan segala rasa yang tak pernah bertaut raga. Hanya diam, lalu mati.

Sumedang, 14 September 2019




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline