Mohon tunggu...
Elang Maulana
Elang Maulana Mohon Tunggu... Petani - Petani
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hanya manusia biasa yang mencoba untuk bermanfaat, bagi diri dan orang lain..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Obituari Hati

15 September 2019   05:28 Diperbarui: 15 September 2019   11:54 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Begitu banyak  jalan terjal yang sudah kulewati. Sesak nafas ini ditindih sejuta bayang, wujudnya dibelenggu langkah waktu tak menentu. Berdetak dan terus hening tak bersuara, lalu mati.

Hampa dan akan terus begitu, jiwa kembali ke alam lamun. Dimana hati sempat terpaut pada satu wujud bening nan lembut. Memainkan birama rindu, yang ketukan nadanya bagai membawaku terbang ke taman firdaus. Namun, seiring langkah waktu, birama itu sirna dibawa angin dan menjelma jadi kenangan, lalu mati.

Kenangan itu kini telah berkarat, menutup ruang hati.  Pendulum waktu yang kuharap mampu mengurai labirin hati yang merindu, nyatanya tak mampu merayu. Jiwa tetap bercengkrama sepi, lalu mati.

Aku adalah sang pencinta, terus terbual alam mimpi yang terhampar diluasnya rumput sepi. Tak ada sapa. Tak ada tanya, tak ada tatap mata, kecuali gundah gulana yang terus bergumul dengan laranya jiwa. Sepi terus mengoyak pertahanan jiwa dengan segala rasa yang tak pernah bertaut raga. Hanya diam, lalu mati.

Sumedang, 14 September 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun