Lihat ke Halaman Asli

MEMBONGKAR MITOS SI RAJA BATAK: Sebuah Strategi Belanda dalam Pembatakan Non-Melayu

Diperbarui: 27 Juni 2016   05:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tebing di Sianjur Mulamula (Sumber: http://solutourandtravel.blogspot.co.id)

                                                                            Sumber: http://solutourandtravel.blogspot.co.id

 Oleh: Edward Simanungkalit *

Sundaland dalam Ilmu Pengetahuan Modern

Setelah Gunung Toba meletus 74.000 tahun lalu yang memusnahkan hampir semua manusia dan kalderanya menjadi Danau Toba, maka terjadi kembali migrasi manusia dari Afrika ke Sundaland di sekitar 70.000 tahun lalu. Mereka bermigrasi menyusuri pesisir pantai melalui India Selatan sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Stephen Oppenheimer dari Oxford University, Inggris, yang dikenal menulis buku: “Eden in The East: The Drowned Continent of Southeast Asia” (1999). Dia menulis buku ini setelah memimpin proyek besar yang dipercayakan HUGO (Human Genome Organizatioan) melakukan pemetaan DNA manusia sedunia (Kompas, 20/10-2011). Kemudian 90 orang lebih ilmuwan Asia dari konsorsium Pan-Asian SNP di bawah naungan Human Genome Organization (HUGO) memetakan jalur migrasi manusia ini sebagai satu-satunya jalur migrasi ke Sundaland secara lebih tegas. Para ilmuwan ini telah melakukan studi terhadap 73 populasi Asia Tenggara dan Asia Timur, yang selain berhasil memetakan jalur migrasi tadi, mereka menyimpulkan bahwa akar genetik manusia berhubungan sangat erat antara kelompok etnik dan kelompok bahasa (Detik, 11/12-2009; Kompas, 14/12-2009 & 12/12-2011). Migrasi dari Afrika yang tejadi ini sebagian melewati Sundaland hingga sampai ke Papua dan Australia, yang sekarang disebut Aborigin di Australia. Migrasi dari Afrika ini sesuai dengan teori “Out of Africa” yang terkenal itu.

Sejak 20.000 tahun lalu, menjelang tenggelamnya Sundaland, terjadi banyak letusan gunung berapi, gempa bumi, dan banjir, sehingga membuat para penghuni Sundaland berhamburan ke Asia Daratan, yang disebut sebagai peristiwa “Out of Sundaland”. Dengan demikian, selama 50.000 tahun sudah banyak manusia mendiami Sundaland, sehingga Stephen Oppenheimer tiba pada kesimpulan bahwa Sundaland merupakan induk peradaban dunia (Kompas, 27/10-2010). Di sisi lain, Prof. Arysio Nunes dos Santos, Ph.D. dalam bukunya: “Atlantis The Lost Continent Finally Found” (2005), malah menguraikan sebuah teori yang menempatkan secara definitif bahwa Atlantis berada di wilayah Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Brunei (Wikipedia). Kemudian terkait dengan keterlibatannya dalam penelitian atas situs megalitik Gunung Padang di Cianjur, geolog Dr. Danny Hilman (2013), menulis dan meluncurkan bukunya dalam acara seminar: “PLATO TIDAK BOHONG: Atlantis Ada di Indonesia”. Lebih jauh lagi, Dhani Irwanto, dalam bukunya: “ATLANTIS: The Lost City is in Java Sea” (2015), menyampaikan sebuah hipotesis baru bahwa Atlantis ada di Laut Jawa, dekat Pulau Bawean, yaitu di antara pulau Bawean dengan daratan Kalimantan. Semuanya ini menyebabkan Indonesia menjadi perhatian para ilmuwan dunia sekarang ini dengan sebuah pertanyaan: “Apakah yang mereka kerjakan selama 50.000 tahun di Sundaland?”. Stephen Oppenheimer dan Arysio Nunes dos Santos telah berjasa mempromosikan Indonesia ke seluruh dunia melalui buku yang mereka tulis.

Sundaland akhirnya tenggelam sekitar 8.000 tahun lalu di mana air laut naik permukaannya hingga memasuki daratan rendah Sundaland tersebut. Sehingga, tinggallah Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya, yang merupakan daratan tertinggi dari Sundaland tersebut dan menjadi terpisah dari Semenanjung Malaka. Demikianlah bekas kawasan Sundaland yang sekarang dikenal dengan Semanjung Malaka, Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan pulau-pulau kecil lain di sekitarnya.

Populasi Toba yang berdiam di Negeri Toba Menurut Para Ahli Genetika

Sebagaimana dikemukakan oleh Tatiana M. Karafet (Karafet et al. 2010), dari Universitas Arizona – Amerika Serikat, bahwa TOBA Y-DNA Haplogroup terdiri dari: K-M526*= 13,51%, O-M95*=13.51%, O-M201*= 56,76%, O-M110= 10,81%, O-P203= 2,7%, dan R-M214= 2,7% (http://www.anthrogenica.com/showthread.php?2573-New-DNA-Papers-General-Discussion Thread/page49).

Kemudian lebih lengkap lagi mengenai Y-DNA Toba ini digambarkan seperti di bawah ini:

Sumber: www.forgottenmotherland.com

Dalam tulisan berjudul: “DARI SUNDALAND HINGGA DI NEGERI TOBA: Sebuah Penelusuran Para Ahli Genetika” (Kompasiana, 23/03-2016), penulis kemukakan: K-M526*ada pada sebagian populasi di Indonesia yang muncul dan berasal dari Sundaland (Karafet, et al. 2014) dan kemudian masuk ke Negeri Toba.

Jean A. Trejaut et al. (2014) mengemukakan bahwa O-M95*bermigrasi dari Indochina ke Indonesia Barat. O-M95* bermigrasi melalui Semenanjung Malaka terus ke Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. O-M95* ditemukan juga pada Toba Y-DNA Haplogroups. O-M95* ini diperkirakan lebih dulu bermigrasi sebelum ekspansi Austronesia di sekitar 4.000 - 6.000 tahun lalu, tetapi jarak waktunya tidak jauh antara O-M95* dengan ekspansi Austronesia. Melalui penelitian paleontologi yang dilakukan oleh Bernard K. Maloney (1979) di Humbang, sekitar Siborongborong hingga Silaban Rura, terdeteksi aktivitas mereka berupa pembukaan hutan secara kecil-kecilan pada sekitar 6.500 tahun lalu. Mungkin masih ada jejak aktivitas mereka di tempat yang lain seperti di Silindung, Toba Holbung, atau Samosir, tapi belum ditemukan atau mungkin juga sudah lenyap akibat dirusak alam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline