Lihat ke Halaman Asli

Menatap Wajah Kemerdekaan Indonesia dalam Puisi dan Lukisan (1)

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cover Ketika Kata Ketika Warna Puisi dan Lukisan

Works of arts in this collection is a mirror through which we look at and contemplate on the history of Indonesian independence. In Words In Colours, a collection of poetry and painting reproductions by 50 Indonesian poets and 50 painters, is a subtle expression depicting various phases of the life of the Indonesian people from pre-Independence up to the present. (Karya seni dalam kumpulan ini merupakan cermin tempat kita menatap dan merenungkan wajah sejarah kemerdekaan Indonesia. Buku ini, Ketika Kata Ketika Warna yang merupakan kumpulan puisi dan reproduksi lukisan karya 50 penyair dan 50 pelukis tanah air, adalah ungkapan halus dan dalam yang bicara serta menggambarkan berbagai fase kehidupan manusia dan masyarakat Indonesia dari masa sebelum Proklamasi Kemerdekaan sampai kini).

Pembaca budiman. Apabila postingan spesial saya kali ini diawali dengan kalimat-kalimat berbahasa Inggris, itu bukan berarti saya mahir berbahasa asing tersebut. Melainkan memang, ini merupakan posting tentang sebuah buku yang diterbitkan dalam dwi bahasa, yakni bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Kalimat-kalimat pembuka posting di atas pun, saya kutip dari endorsement sampul buku bagian dalam.

Pada prakata penerbitnya, Yayasan Ananda, buku tersebut dimaksudkan agar dapat melintasi batas negara. Oleh karenanya pula, sengaja bagian pembuka postingan ini diawali dengan bahasa Inggris agar pembaca-pembaca non-Indonesia mengetahui pula bahwa ada sebuah buku kumpulan puisi dan lukisan yang dapat dijadikan referensi untuk menatap wajah sejarah Kemerdekaan Indonesia.

Buku Ketika Kata Ketika Warna ini sendiri diterbitkan pada 1995 dalam rangka memperingati setengah abad kemerdekaan Republik Indonesia. Penanggungjawab penerbitan, yakni Ati Ismail (istri Taufiq Ismail). Sebagai editor puisi, masing-masing: Taufiq Ismail, Sutardji Calzoum Bachri dan Hamid Jabbar. Sedangkan bertindak sebagai kurator lukisan adalah Agus Dermawan T dan Amri Yahya.

***

Buku yang saya ‘miliki’ ini termasuk buku cukup langka di pasaran (kata miliki saya beri tanda koma atas karena di bawah nanti akan ada penjelasan seperlunya). Sebuah buku edisi cukup mewah lantaran judul sampul dan sisi-sisi bagain luar kertas isi buku berwarna keemasan serta bahan dasar kertas isi buku yang lain daripada yang lain. Saya sudah cukup lama mencari-cari buku ini di toko-toko buku besar, namun hingga kini belum menemukannya. Nampaknya ia dicetak dengan sangat terbatas.

Coba perhatikan scan gambar yang ditampilkan di sebelah kanan goresan kalimat-kalimat ini. Di situ tertulis “Sdr Anas dan Tia Selamat menempuh Hidup Baru Semoga Bahagia dalam ridha Ilahi. Dari Kel Taufiq Ismail. Tertanggal 10 Oktober 1999. Dan ditandatangani oleh Taufiq Ismail dan Ati Ismail”.

Hadiah Perkawinan Anas Urbaningrum dan Athia Laila dari Kel Taufiq Ismail

Yang dimaksud Anas disini adalah Anas Urbaningrum, saat itu Ketua Umum PB HMI Periode 1997-1999 dan kini Ketua Bidang Politik DPP Partai Demokrat. Sedangkan Tia, tak lain dan tak bukan panggilan istri Anas, Athia Laila. Sementara tanggal bulan dan tahun yang tercantum itu merupakan momen hari-H pernikahan Anas-Tia. Jatuh pada hari Minggu. Tanggal dan bulan tersebut dengan demikian merupakan hari ulang tahun perkawinan keduanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline