Jadi jelas sudah, buku ini bukan “milik” saya. Namun bagaimana ceritanya kok hingga buku “hadiah perkawinan” Anas Urbaningrum tersebut terbawa pulang ke rumah hingga sekarang ini saya juga masih bingung. Meminjam buku itu dari Anas rasanya tidak pernah saya lakukan. Yang paling mungkin, dan ingat-ingat lupa, saat saya aktif di PB HMI Periode 1997-1999 buku itu tergeletak di lantai 2 kantor PB HMI Jalan Diponegoro 16-A. Ketimbang dianggap sebuah buku biasa oleh teman-teman lain di kepengurusan periode itu, padahal isinya menurut saya luar biasa maka segera saya “amankan”.
***
Beberapa puisi yang tercantum dalam buku ini pernah saya publikasikan sebagian di blog personal. Bahkan dua buah puisi dalam buku ini, masing-masing berjudul “17 Agustus” karya Nursjamsu Nasution dan “Doa Terakhir Seorang Musafir” (The Last Prayer of an Adventurer) karya Hamid Jabbar, saya bacakan pada 16 Agustus 2009 lalu di acara Malam Renungan 17 Agustus Tingkat RT di GOR Kecamatan Pasar Rebo dan mendapat sambutan hangat dari masyarakat.
17 Agustus
Karya Nurjamsu Nasution
Pada malam 17 Agustus
Pada Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia
Seorang muda bermimpi
Ia sedang mengerek Merah Putih ke atas
Tapi benderanya tak mau sampai ke ujung tiang
Dan bendera setengah tiang tanda berkabung bukan?