Lihat ke Halaman Asli

Dudi safari

Pegiat Literasi

Dibawah Bayang-bayang Sayap Malaikat Maut

Diperbarui: 25 Juni 2021   12:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hasrat manusia untuk hidup seribu tahun tampaknya hanya angan belaka, sebab jangankan hidup seribu tahun, untuk sampai ke usia 60 tahun atau 70 tahun pun kondisi fisiknya sudah sangat "repot." Bagai peribahasa, Niat hati memeluk gunung tapi apa daya tangan tak sampai. Keinginan itu semua hanyalah angan-angan belaka. 

Menurut literatur dari beberapa hikayat zaman dahulu di era  Nabi Adam as. Manusia ketika itu berumur rata-rata seribu tahunan. Masa itu sekira 6000 SM - 10.000SM. Namun seiring bergulirnya waktu, umur manusia semakin menyusut. Di zaman modern saat ini, umur manusia menyusut drastis.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), dikutip dari sirusa.bps.id menyatakan "Angka Harapan Hidup yang terhitung untuk Indonesia dari Sensus Penduduk tahun 1971 adalah 47,7 tahun, artinya bayi-bayi yang dilahirkan menjelang tahun 1971 (periode 1967-1969) akan dapat hidup sampai 47 atau 48 tahun. 

Tetapi bayi-bayi yang dilahirkan menjelang tahun 1980 mempunyai usia harapan hidup lebih panjang yakni 52,2 tahun, meningkat lagi menjadi 59,8 tahun untuk bayi yang dilahirkan menjelang tahun 1990, dan bayi yang dilahirkan tahun 2000 usia harapan hidupnya mencapai 65,5 tahun. 

Peningkatan Angka Harapan Hidup ini menunjukkan adanya peningkatan kehidupan dan kesejahteraan bangsa Indonesia selama 30 tahun terakhir dari tahun 1970-an sampai tahun 2000."

Dari data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa usia harapan hidup manusia sekarang tidak sampai "menepi" ke angka seratus tahunan.

Artinya, mau tidak mau manusia sekarang harus memanfaatkan usianya yang sebentar ini dengan hal-hal yang positif, bermanfaat sehingga kualitas usianya mampu menutupi kuantitas bilangan umur yang tersisa. Jika kita melihat dengan "kacamata" agama, -dalam hal ini agama islam- maka kita akan menemukan berbagai macam dalil yang menunjukan bahwasanya, jumlah bilangan usia seseorang itu tidaklah berpengaruh terhadap kualitas ketaatannya terhadap Tuhan. 

Sementara yang dituntut oleh agama adalah ketaatan (ketakwaan) yang menjadi sumber dari keberkahan usia seseorang. Ada faktor lain penyebab rendahnya harapan hidup, yaitu gaya hidup yang mengonsumsi berbagai macam makanan siap saji, yang sangat tidak bersahabat dengan daya tahan tubuh, sehingga tubuh rentan terkena penyakit-penyakit jenis baru, dan bisa jadi merupakan sumber pemicu kematian. 

Seperti dikutip dari laman, www.alodokter.com (3 sep 2019). "Makanan siap saji atau junk food memang memiliki rasa yang enak, namun jenis makanan ini mengandung tinggi kalori dan sedikit nutrisi. Tidak hanya itu, kebiasaan mengkonsumsi makanan siap saji juga berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit jantung, obesitas, diabetes, hingga kanker." 

Deretan penyakit-penyakit yang "menyeramkan" inilah menjadi penyebab kematian terbesar saat ini. Dan penyakit jantung merupakan penyakit penyebab kematian terbesar di dunia. Sehingga tidaklah aneh kita hampir setiap saat mendengar berita kematian di berbagai media, baik dari kalangan orang biasa sampai tokoh-tokoh dunia. Kematian menghampiri tidak saja kepada kaum tua, dan penyebab kematian tidak harus penyakit saja. 

Bahkan penyebab kematian tertinggi non penyakit adalah dari kecelakaan lalu lintas dan peperangan. Hari ini saja (31 des 2020), kita kehilangan seorang tokoh Nasional yaitu, Prof. Muladi mantan menteri kehakiman era presiden Habibie. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline