Lihat ke Halaman Asli

Initial DD

Pekerja/Mahasiswa Doktoral Perbanas Institute/Content Creator

AI Hijau: Dari Tiktok ke Smart City, Bisakah Teknologi Selamatkan Planet ?

Diperbarui: 26 September 2025   14:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Smart City Masa Depan (Sumber: Perplexity AI)

"Masa depan bukan hanya tentang teknologi canggih, tapi bagaimana teknologi itu menjaga bumi tetap layak huni"

AI dari Fiksi Menjadi Reality

Kita hidup di zaman ketika Artificial Intelligence (AI) bukan lagi sekadar tokoh utama film fiksi ilmiah. AI sudah jadi sahabat sehari-hari: dari filter kocak di TikTok sampai rekomendasi playlist di Spotify. Tapi ada sisi lain yang jarang dibahas: AI kini juga ikut ambil bagian dalam menyelamatkan bumi. Pertanyaan besar pun muncul---apakah AI benar-benar jadi mesin perubahan menuju keberlanjutan, atau cuma gimik hijau yang dibungkus keren? ]

AI bekerja layaknya "otak tambahan" bagi organisasi. Ia membaca data, menganalisis pola, lalu memberi rekomendasi. Dalam isu lingkungan, AI mampu memantau jejak karbon, memprediksi penggunaan energi, bahkan memberi solusi konkret untuk menekan pemborosan listrik. Dulu, menghitung emisi butuh laporan panjang dan tim khusus. Sekarang? AI bisa menyajikan angka real-time dalam hitungan detik. Cepat, presisi, dan jauh lebih efisien.

Kenapa ini penting? Karena waktu kita menipis. Indonesia sudah berjanji capai net zero emission tahun 2060. Mustahil rasanya kalau manajemen perubahan masih pakai cara lama. Di titik inilah AI hadir sebagai akselerator, yang bukan cuma mempermudah proses, tapi juga memastikan perubahan benar-benar terukur dampaknya.

Cerita lokal mulai bermunculan. PLN sedang menguji coba smart grid yang memanfaatkan AI untuk mendistribusikan listrik lebih efisien. Di Jakarta, sebuah startup daur ulang memakai AI untuk menyortir sampah plastik dan organik dalam hitungan menit. Bahkan beberapa kedai kopi kekinian sudah pakai aplikasi berbasis AI untuk memantau konsumsi listrik mesin mereka. Hasilnya? Hemat biaya, hemat energi, dan konsumen pun merasa lebih "green".

Tentu saja, jalan menuju perubahan tidak mulus. Tantangan besar mengintai: risiko greenwashing 2.0, ketika AI hanya jadi tempelan agar perusahaan tampak peduli lingkungan; kesenjangan digital karena tidak semua usaha mampu membeli teknologi canggih ini; serta isu etika dan keamanan data. Tapi di balik semua itu, momentum besar sedang terjadi. Tahun 2025 disebut sebagai era "pernikahan" antara AI dan sustainability. Kalau dulu jargon kita "Go Green", sekarang tantangannya: seberapa cepat AI bisa bikin kita benar-benar hijau?

Generasi muda, terutama Gen Z dan Millennial, punya peran krusial. Mereka kritis terhadap produk yang mereka konsumsi dan tempat kerja yang mereka pilih. Tekanan dari dua sisi ini membuat perusahaan tidak punya pilihan selain berubah. Dan di sinilah AI hadir sebagai alat bantu untuk membuktikan bahwa komitmen hijau bukan sekadar kata-kata manis.

Implementasi nyata makin luas. Di pertanian, startup agritech Indonesia sudah memadukan drone dengan AI untuk memprediksi cuaca dan menghemat air. Di kota besar seperti Surabaya dan Jakarta, konsep smart city mulai berjalan: AI mengatur lampu jalan, lalu lintas, bahkan sampah kota. Semua ini menegaskan satu hal: AI bukan sekadar teori, tapi benar-benar mengubah cara kita mengelola perubahan.

Foto AI menjadi nyata dan bekerjasama dengan Manusia(Sumber: Design by Genspark AI)

AI dan Perubahan Hijau

Bagaimana cara kerja AI dalam perubahan hijau? Pertama, AI mengumpulkan data energi, limbah, dan emisi. Kedua, AI menganalisis kelemahan dan potensi efisiensi. Ketiga, AI memberi rekomendasi strategi hijau yang bisa langsung dieksekusi. Bayangkan kalau kos-kosan mahasiswa di Jogja punya sistem AI yang otomatis mematikan lampu saat kamar kosong. Hemat biaya bulanan, sekaligus hemat energi untuk bumi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline