Lihat ke Halaman Asli

Arief Setyo Widodo

Pengetik teks bebas

Temawang Bulai, Desa Mandiri Energi di Kaki Bukit Saran

Diperbarui: 17 Februari 2017   18:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemukiman desa Temawang Bulai berlatar bukit Saran

Seperti biasa, kabut pagi hampir selalu menyelimuti desa. Kabut pagi ini cukup pekat, bukit Saran juga masih belum terlihat. Pukul 6 pagi, desa masih sepi tak tampak aktivitas berarti. Dalam suasana yang masih remang, tampak titik cahaya di depan rumah-rumah warga yang berjajar di sepanjang jalan desa. Sepanjang malam hingga pagi, lampu-lampu beranda masih menyala. 

Nyaris tanpa putus listrik mengalir di desa Temawang Bulai, desa kecil di kaki bukit Saran. Salah satu desa paling hulu di kecamatan Sepauk, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Meski berada sangat jauh dari kota, warga desa sudah bisa menikmati listrik 24 jam non-stop.

Bukan atas jasa PLN, melainkan warga desa yang membuat listrik untuk mereka sendiri. Lupakan PLN, butuh waktu yang sangat lama untuk berharap kabel dan tiang listriknya sampai ke desa ini. Dimulai saat seorang teknisi dari Bandung memperkenalkan teknologi pembangkit listrik mikro hidro ke warga. 

Sempat muncul keraguan dari sebagian warga, bagaimana bisa air diubah menjadi api? Tapi setelah diberi penjelasan dan melihat keberhasilan PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro) milik beberapa desa di sekitarnya warga pun tertarik. Pada akhirnya mereka sepakat untuk gotong royong membangun instalasi PLTMH atas bimbingan dari teknisi tersebut. Saat ini terdapat dua kelompok di desa Temawang Bulai yang masing-masing memiliki instalasi PLTMH.  

Dibutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk membangun sebuah PLTMH. Untuk biaya pengadaan bahan-bahan material dan pipa saja bisa mencapai hampir 700 juta rupiah. Belum lagi harga mesin generator yang mencapai lebih dari 200 juta (harga termasuk ongkos kirim). Total pembuatan PLTMH mencapai hampir 1 milyar (termasuk biaya angkut). Namun khusus untuk kelompok CAS (Cahaya Alam Sekuyuk), mendapatkan bantuan mesin sehingga warga “hanya” menanggung pengadaan material dan pipa saja.

Kebutuhan dana ratusan juta tersebut tentu tak dapat dipenuhi secara langsung oleh anggota kelompok yang hanya 40-an KK itu. Karena itu warga pun meminta bantuan CU (Credit Union) untuk membantu pembiayaan proyek PLTMH. Menggunakan sertifikat tanah kebun sebagai jaminan, mereka bagi rata total pinjaman ke semua anggota kelompok. Setiap KK berkewajiban membayar angsuran sesuai bagiannya setiap bulan selama 5 tahun. Kedua kelompok PLTMH dibiayai oleh dua CU yang berbeda. Dengan daya jangkau yang luas Credit Union menjadi lembaga pembiayaan populer di Kalimantan Barat termasuk bagi warga desa Temawang Bulai.

Setiap akhir pekan dan di sela-sela kesibukannya bertani dan berkebun, warga bergotong royong membangun instalasi PLTMH. Tak mudah membawa material ke lokasi. Untuk menuju desa Temawang Bulai saja truk atau mobil pengangkut harus melalui terjalnya jalan tanah merah. Belum lagi mengangkutnya ke lokasi PLTMH yang masih berupa jalan setapak di tengah ladang dan hutan. 

Dari desa, diperlukan waktu sekitar 20 menit menggunakan sepeda motor untuk menuju lokasi PLTMH kelompok CAS. Cukup jauh memang, tapi itulah jarak yang harus ditempuh berulang kali oleh warga dengan membawa beban material. Butuh waktu sekitar setahun bagi kelompok CAS untuk membangun bendungan di sungai Sekuyuk, berikut instalasi pipa dan rumah mesin hingga pemasangan kabel ke rumah-rumah warga.

Bendungan Sungai Sekuyuk

Tiga tahun sudah warga desa Temawang Bulai menikmati terangnya lampu listrik. Dengan jatah daya 450 Watt per anggota, sudah cukup untuk menghidupkan beberapa perangkat elektronik. Bagi yang tidak tergabung dalam anggota di salah satu kelompok, tetap berkesempatan untuk menikmati fasilitas listrik dengan syarat tertentu. 24 jam listrik mengalir nyaris tanpa henti, hanya dua kali seminggu saja ada pemadaman selama beberapa jam untuk “mengistirahatkan” mesin. 

Sebuah “kemewahan” tentunya bisa menikmati listrik 24 jam non-stop di pedalaman Kalimantan. Bahkan di desa Bernayau, berjarak 20-an kilometer ke arah hilir hanya mendapat pasokan listrik 12 jam/hari dari PLN. Desa Bernayau merupakan desa terakhir yang mendapat fasilitas listrik dari PLN, sementara beberapa desa di sebelah hulu belum terjangkau PLN.    

Dengan pemukiman yang relatif padat berjajar di sepanjang jalan, desa Temawang Bulai terasa semarak di malam hari. Anak-anak kecil bermain di halaman rumah yang diterangi lampu beranda, sementara orangtuanya menonton tv di dalam rumah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline