Lihat ke Halaman Asli

Dizzman

TERVERIFIKASI

Public Policy and Infrastructure Analyst

Derita Supir Taksi Akibat Angkutan Online

Diperbarui: 17 Februari 2016   21:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi menjelang siang tadi, seperti biasa saya menyetop taksi di depan jalan raya. Dalam perjalanan, supir mulai curcol sambil menyetir. Dia cerita kalau sudah ngetem dari jam enam pagi, dan baru setengah sembilan ini dapat penumpang. Pantes saja tadi terlihat banyak antrian taksi, padahal biasanya jam segitu dah jarang taksi ngetem. Sudah hampir sebulan lebih pendapatan supir mulai menurun, karena para pelanggannya sudah mulai beralih ke angkutan online menurut pengakuannya.

Padahal menurutnya, untuk beralih jadi supir online harus punya mobil dulu, dan itupun belum tentu menjanjikan, karena dikhawatirkan tiba-tiba perusahaan online tersebut bangkrut, siapa yang bertanggung jawab. Saking frustasinya, dia malah ingin kembali menjadi supir tronton atau rental sekalian.

"Pernah sehari cuma bawa pulang 10.000, dipotong ojek dari rumah ke pangkalan 20.000, malah tekor." Padahal dia salah satu supir taksi warna putih yang cukup terkenal, dan mulai menyesuaikan diri dengan menerima order online.

Sorenya, saya kembali naik taksi pulang, dan sang supir lagi-lagi curhat dengan tema yang hampir sama. Menurutnya, supir angkutan online bukanlah orang miskin atau profesional seperti dia, tapi orang berduit yang mengisi waktunya sekaligus menambah pundi-pundi kekayaan. Paling tidak mereka adalah orang kantoran yang sudah punya penghasilan tetap dan menjadi supir online untuk menambah penghasilan.

Sementara supir offline adalah profesional yang menggantungkan mata pencahariannya dengan mengemudi. Karena semakin terdesak oleh keberadaan angkutan online, penghasilannya semakin berkurang dari hari ke hari. "Untung saya masih membawa taksi biru. Orang masih percaya pake taksi saya, lha kalau taksi biasa, gimana nasib mereka?" begitulah keluhan pak supir.

Menurut dia, angkutan online lemah dalam tanggung jawab jika terjadi apa-apa dalam perjalanan semisal kecelakaan. Kalau naik taksi jelas dijamin asuransi bila terjadi sesuatu di jalan. "Kalau situ jatuh dari ojek atau ditabrak, emang supirnya mau tanggung jawab?". Memang sih katanya berasuransi juga, tapi kan tidak spesifik seperti jasa raharja yang jelas-jelas spesialis di bidang transportasi dan diakui oleh pemerintah. Belum lagi kalau terjadi perampokan atau pelecehan, tidak bisa kita menuntut perusahaan, dan sulit untuk menelusuri pelakunya. Beda dengan taksi resmi yang jelas bernomor dan perusahaan taksi bisa dimintai pertanggungjawaban aliasa dituntut ke pengadilan.

Memang inilah dampak dari kemajuan teknologi. Di satu sisi sangat menguntungkan karena lebih kompetitif dan harganya jauh lebih murah. Namun di sisi lain banyak manusia yang kehilangan mata pencaharian akibat masih bertahan secara offline atau semi online. Oleh karena itu, disinilah pemerintah berperan penting untuk mengendalikan pertumbuhan angkutan umum terutama yang berbasis online, agar tidak terjadi tumpang tindih atau rebutan penumpang yang berakibat punahnya mata pencaharian secara offline.

Tanpa adanya pengendalian, terlalu banyak supply akan menimbulkan friksi yang luar biasa nantinya karena demand semakin terbatas, akibat semakin mudahnya memperoleh kendaraan pribadi sehingga mengurangi demand angkutan umum.

Sebuah ekosistem selalu memerlukan keseimbangan. Apabila keseimbangan terganggu, maka salah satu anggotanya akan punah dan muncul sebuah keseimbangan baru. Demikian pula dengan angkutan umum, bila keseimbangan terganggu, maka salah satunya (terutama yang masih offline) akan punah dan muncul keseimbangan baru.

Jadi perusahaan taksi yang masih konvensional sudah harus menyesuaikan diri dengan kondisi digital, termasuk perangkat peraturan di bidang transportasi harus mulai diubah dengan memasukkan unsur teknologi informasi di dalamnya. Hal ini penting agar tidak ada lagi pihak yang sangat dirugikan dengan adanya angkutan umum online yang secara hukum belum dibenarkan beredar.

---

Ilustrasi: Alsadad Rudi/Kompas.com




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline