Di tengah dunia yang makin terbuka, perbincangan tentang LGBTQ tidak lagi terbatas di ruang privat.
Simbol pelangi, ikon LGBTQ, muncul di berbagai lini—dari kampus, industri hiburan, hingga lembaga internasional. Isu ini bukan lagi sekadar soal hak, tapi telah bergeser menjadi bagian dari identitas global.
Namun, bagaimana seharusnya kita, terutama sebagai umat Islam di dalam menyikapinya? Apakah kita harus menyetujui paham LGBTQ demi toleransi? Ataukah menolaknya secara membabi buta hingga tanpa sadar jatuh pada persekusi?
Di sinilah pentingnya bersikap bijak. Bahwa mengembangkan ideologi LGBTQ adalah salah, menormalisasinya juga keliru, namun mempersekusi pelakunya adalah tindakan yang jauh dari nilai Islam.
Orientasi Seksual: Antara Rasa dan Aksi
Sains telah banyak meneliti tentang orientasi seksual. Berbagai riset menunjukkan bahwa kecenderungan seksual bisa dipengaruhi oleh faktor biologis, hormon prenatal, dan psikososial.
Tapi tidak satu pun dari studi-studi itu menyatakan bahwa orientasi seksual adalah takdir yang tak bisa diubah, apalagi menjadi identitas yang wajib dirayakan.
Organisasi seperti American Psychiatric Association dan WHO memang menyatakan bahwa homoseksualitas bukan penyakit mental. Namun, mereka juga tidak mendorongnya sebagai pola hidup yang harus diikuti siapa pun.
Mereka menolak terapi konversi, bukan karena memperbaiki orientasi itu salah, tetapi karena cara-cara kasar dan penuh tekanan dalam praktik terapi itu justru menyakiti jiwa.
Jadi, jika seseorang merasakan kecenderungan sesama jenis, itu adalah ujian, bukan identitas final. Dan Islam sangat paham soal ujian, sebagaimana Allah memahami tabiat ciptaan-Nya.
Islam dan Fitrah Seksualitas