Perjalanan di Bawah Langit Qatar Airways
Oleh Dikdik Sadikin
PERNAHKAH kau merasa begitu kecil di tengah keramaian bandara, menatap papan elektronik yang memutar nama-nama kota asing: Doha, Paris, Tokyo, Casablanca, seolah memanggilmu untuk pergi?
Aku pernah. Dan di situlah awal mula kisah ini terukir. Sebuah boarding pass bertuliskan Qatar Airways menjadi gerbang menuju dunia yang selama ini hanya kusaksikan lewat layar kaca dan lembaran atlas.
Perjalanan ini tidak terjadi dalam satu waktu. Aku pergi untuk alasan yang berbeda-beda, pada musim yang berbeda-beda. Ada perjalanan untuk pekerjaan, untuk konferensi internasional, untuk reuni keluarga, dan untuk sekadar mencari jeda dari rutinitas.
Qatar Airways menjadi penghubung yang konsisten. Ia menawarkan kenyamanan, ketepatan waktu, dan kemewahan layanan yang jarang kutemui di maskapai lain.
Doha, Qatar (November 2019): Forum Ekonomi Timur Tengah
Aku ingat pertama kali menginjakkan kaki di Hamad International Airport, Doha, pada November 2019. Bandara yang luas dan nyaris tanpa suara itu seperti cerminan Timur Tengah yang kaya dan misterius. Hamad International tercatat sebagai salah satu bandara terbaik di dunia dengan rata-rata melayani 30 juta penumpang per tahun sebelum pandemi.
Doha adalah perpaduan paradoks: panas gurun yang membakar dan kesejukan modernitas yang membungkusnya. Aku berjalan di sepanjang Corniche, jalan tepi laut yang membentang di antara gedung-gedung pencakar langit yang berkilauan, menghadap perairan Teluk Persia yang biru keperakan.
Malam itu aku mencicipi machboos, hidangan nasi khas Qatar yang kaya rempah, ditemani teh karak yang manis-pahit.
Aku datang ke Doha untuk menghadiri Forum Ekonomi Timur Tengah, di mana para pemimpin bisnis dan ekonomi dunia berkumpul membahas dinamika ekonomi global. Qatar sendiri merupakan negara dengan PDB per kapita sebesar USD 61.000, salah satu yang tertinggi di dunia, berkat kekayaan gas alam dan kebijakan ekonomi yang terarah.