Lihat ke Halaman Asli

Serigalapemalas

Nihilistik

Liga Indonesia Sering Memakan Korban, Kenapa Tetap Dilangsungkan?

Diperbarui: 25 Februari 2020   17:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Source: nytimes.com

Terhitung, kurang dari 4 hari kick-off liga 1 Indonesia dimulai. Hal ini sesuai dengan rencana awal PSSI untuk menggelar kompetisi pada 29 Februari 2020. Kans pengunduruan jadwal sepertinya takkan dilakukan. Mengingat BOPI sudah mengeluarkan rekomendasi liga, Hak siar dan Sponsor utama kompetisi sudah jelas dan PSSI telah bersinergi bersama POLRI dalam menyusun jadwal kompetisi.

Mungkin bagi sebagian orang yang kadung kecewa dengan persepakbolaan Indonesia yang jalan di tempat maupun sebab kerusuhan yang kerap terjadi, menanggapi dingin bahkan skeptik pada kabar gembira yang satu ini. Galib memang, karena jika bercermin pada kompetisi liga 1 beberapa tahun ke belakang tak jarang terjadi kericuhan yang berujung meminta tumbal. Hal inilah yang jadi faktor beberapa orang memilih bersikap tak peduli pada kompetisi di Negeri sendiri.

Masalah kompleks yang terus berulang di liga kita yang masih berkembang memang memprihatinkan. Hal ini diperburuk oleh perilaku suporter berangasan yang tak segan saling bunuh kala gelap mata membuat sebagian dari kita mungkin berpikir, "buat apa sih ada liga jika berujung peperangan sesama anak bangsa?"

Namun, sepakbola tetaplah sepakbola. Olahraga paling populer yang satu ini sudah menjadi bagian dari masyarakat indonesia. Disamping itu, seburuk-buruknya perhelatan kompetisi sepakbola di Indonesia, terselip segelintir manfaat disamping mudharat yang sering terlihat. Terutama dari segi ekonomi.

Kontribusi klub sepakbola dalam menggerakan ekonomi sebuah kota

Berpatok pada acuan liga-liga top Eropa yang sudah maju, kehadiran sepakbola dalam suatu negara di sana, mampu memberikan kontribusi ekonomi pada negara dan masyarakat di dalamnya. Khusus untuk La Liga, seperti dikatakan oleh Direktur World Football Summit, Marian Otamendi, dalam wawancara kepada AS, sepakbola memberikan kontribusi kurang lebih 2% pada perekonomian Spanyol seperti di wartakan 90min.com.

Baca juga: Menyoal fenomena 'Sexting' dalam hubungan percintaan generasi muda

Sementara itu di Indonesia, klub Indonesia yang berada di bawah naungan Perseroan Terbatas (PT), mampu menyerap puluhan tenaga kerja bahkan lebih, dari level manajemen hingga pengelola Cafe sampai toko ofisial klub. Secara tak langsung, eksistensi klub sepakbola turut menyukseskan program pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan dan mengurangi jumlah pengangguran.

Jangan lupa juga pada setiap pertandingan yang berlangsung di sebuah kota. Area luar stadion yang penuh sesak orang, selalu hadir pelaku usaha didalamnya, baik penjual merchandise supporter, UMKM hingga pedagang kaki lima yang ikut kecipratan rezeki atas berlangsungnya pertandingan di kota mereka. Imbasnya, dalam satu pertandingan saja, terdapat berbagai pihak yang mengantongi keuntungan. Bukan hanya berupa pendapatan bagi pemerintah kota maupun kepolisian, melainkan para pedagang kecil dan menengah pun berpotensi mengantongi omset penjualan berkali-kali lipat. Yang mana hal ini berdampak positif dalam menggerakan ekonomi masyarakat setempat.

Suporter, bisnis kreatif digital dan efek positif untuk pengusaha 

Di Indonesia, basis suporter besar seperti, Persib, Persija, Persebaya, PSS dan Arema sering terlibat dalam kemunculan industri kreatif  dan digital dewasa ini. Sebagai contoh, di Bobotoh ada Simamaung dan Bobotoh ID yang berkembang dan menjadi wadah bobotoh untuk mencari informasi bertemakan Persib mulai dari Instagram, Youtube, Website, Podcast hingga media sosial lainnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline