Lihat ke Halaman Asli

WARDY KEDY

Alumnus Magister Psikologi UGM

Harapan Pendidikan Daerah 3T+1: Terdepan, Terluar, Tertinggal, dan Ter-Lockdown

Diperbarui: 13 Juli 2020   14:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Pendidikan.id

Indonesia adalah Negara dengan karakteristik wilayah yang sangat luas dan heterogen baik secara geografis maupun sosio-kultural. Di beberapa wilayah, (khususnya Indonesia bagian Timur) peyelenggaraan pendidikan masih terdapat banyak masalah, terutama pada daerah yang dikategorikan sebagai daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).

Beberapa permasalahan penyelenggaraan pendidikan, utamanya di daerah 3T antara lain adalah permasalahan pendidik, seperti kekurangan jumlah (shortage), distribusi tidak seimbang (unbalanced distribution), kualifikasi di bawah standar (under qualification), kurang kompeten (low competencies), serta ketidaksesuaian antara kualifikasi pendidikan dengan bidang yang diampu (mismatched).

Permasalahan lain dalam penyelenggaraan pendidikan di daerah 3T adalah angka putus sekolah yang relatif tinggi, sementara angka partisipasi sekolah masih rendah.

Kalau direfleksikan, penyebutan daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal) seringkali menimbulkan rasa kurang nyaman dan sangat mengganggu telinga kami yang tinggal di daerah tersebut.

Sebagai anak yang lahir dan besar di salah satu daerah 3T, penyebutan istilah itu memiliki nilai rasa sedikit 'melecehkan'.

Jujur, saya merasa terganggu dengan istilah ini, karena berdasarkan pengalaman pribadi, ketika saya melanjutkan studi strata 2 di salah satu Kampus terbaik yang ada di Indonesia bagian Barat, saya seolah dianggap remeh dan direndahkan bahkan dianggap 'kurang cerdas' oleh teman kampus dan bahkan oleh dosen sendiri.

Banyak yang menilai bahwa mahasiswa yang berasal dari daerah 3T, memiliki kemampuan intelektual yang sedikit kurang dibanding mahasiswa lain.

Inisiatif kegiatan yang menyebut 3T di dalamnya, alih-alih mendekatkan inisiator dengan masyarakatnya, malah menimbulkan kesenjangan baru. Sejumlah masyarakat yang menempati daerah yang disebut 3T tidak pernah merasa nyaman dengan sebutan ini.

Entah dari mana munculnya istilah 3T, yang jelas istilah ini mulai populer pada era setelah otonomi daerah. Namun demikian, apabila ditelusuri berbagai dokumen dan peraturan perundang-undangan, tidak ditemukan secara eksplisit penyebutan istilah itu secara resmi yang menyebutkan daerah 3T.

Pada beberapa dokumen hanya disebut dengan satu T yaitu daerah tertinggal. Dari sisi Pemerintah, penyebutan daerah 3T itu sesungguhnya mempunyai misi yang sangat mulia, yakni mendorong pertumbuhan di daerah tersebut agar tidak tertinggal dari daerah lainnya, khususnya di bidang pendidikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline