Lihat ke Halaman Asli

Dian Falasifah

Walisongo State Islamic University | Math Education XXI

Hanya Menanyakan Transparansi, tapi Kenapa Malah Jadi Perkara?

Diperbarui: 6 Juli 2023   11:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.123rf.com/

Pendaftaran dan penerimaan siswa baru di sekolah-sekolah mulai dibuka. Para siswa bersama orang tuanya mulai disibukkan dengan pengumpulan berkas-berkas sebagai syarat pendaftarannya. Setelah dinyatakan diterima di suatu sekolah, para siswa diwajibkan untuk daftar ulang. Pada tahap ini, biasanya disampaikan beberapa informasi terkait persiapan dan keperluan sebelum memasuki pembelajarannya. Selain itu juga disampaikan terkait administrasi awal yaitu biaya untuk seragam sekolah. Diadakannya seragam sekolah ini tidak lain untuk menunjukkan identitas dari sekolah itu. Tapi tidak semua sekolah berarti punya seragam sekolah ya, sesuai dengan ketentuan dari sekolah masing-masing saja. 

Biasanya seragam sekolah yang dimaksud itu terdiri dari 4-5 pasang seragam dengan biaya yang dikenakan juga tidak sedikit. "Apakah dengan harga itu sepadan dengan apa yang didapatkan?". Sering sekali muncul pertanyaan-pertanyaan seperti ini baik dalam benak hati bahkan ada yang sudah menyampaikan langsung kepada pihak sekolah. Sebenarnya tidak jadi masalah bukan, kalau kita sebagai wali dari siswa juga tau dari rincian biaya itu. Malah justru memang perlu diinformasikan sebagai bentuk transparansi.

Ternyata oh ternyata permasalahan adanya pengadaan seragam sekolah ini bukanlah masalah yang baru, dulunya juga sudah pernah terjadi tapi ya tidak seviral sekarang ini. Seperti kasus yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini. 

Orang tua dari siswa SMAN 1 Wates ini diduga disekap oleh Satpol PP setelah menanyakan transparansi terkait biaya pembayaran seragam sekolah. Beliau bertanya kenapa dengan jumlah uang sebesar Rp1.700.000-Rp1.800.000 hanya mendapatkan bahan kain yang seperti layaknya dijual di toko-toko biasa. 

Kemudian beliau juga menanyakan kualitas dari bahannya dan sempat merasa heran dengan selisih harganya kalau dibandingkan dengan harga pasaran biasanya, padahal untuk kualitasnya sebenarnya sama saja. 

Karena beliau merasa belum puas dengan jawaban dari pihak sekolah, beliau kembali menanyakan hal ini kepada pihak Paguyuban Orang Tua (POT) yang membelanjakan seragam sekolah ini, tapi ya hasilnya nihil tidak ada jawaban. Kemudian beliau berniat melaporkan masalah ini kepada Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilah Yogyakarta, tapi malah beliau kena intimidasi. 

Beliau dipanggil ke kantor Satpol PP dan mulai diintimidasi oleh beberapa oknum Satpol PP. Beliau tidak bisa kabur karena dihalang-halangi dan diancam oleh Satpol PP sebelum menjawab pertanyaan dari mereka, beliau juga sempat mengkhawatirkan keselamatannya karena kondisi pada saat itu sedang panas-panasnya dan tensi sedang naik semua. 

Tapi akhirnya beliau berhasil keluar dan melaporkannya ke pihak Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Kemudian LBH menyimpulkan ada 2 kasus yang perlu ditindaklanjuti, terkait dengan penyekapan yang terjadi pada orang tua dari siswa itu dan dugaan kasus korupsi seragam. Untuk kelanjutannya, pihak LBH juga melaporkan hal ini kepada Polda DIY dan juga Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK).

Dan yang jadi keanehan ini, "Kenapa Satpol PP ikut campur tangan untuk mengurusi seragam sekolah ini?".

Cukup jawab sebagai kesimpulan untuk kalian sendiri saja. Tetaplah berprasangka baik kepada semuanya.

Salam Hangat!:)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline