Dalam era kerja modern yang dinamis, organisasi tidak cukup hanya memastikan karyawan puas atau terikat secara emosional. Mereka perlu thriving, berkembang secara menyeluruh, produktif, penuh energi, dan terus belajar. Konsep Employee Thriving menjadi sorotan karena terbukti berkorelasi positif dengan performa individu, inovasi, serta ketahanan organisasi dalam menghadapi perubahan.
Apa Itu Employee Thriving?
Employee Thriving merujuk pada keadaan psikologis di mana individu mengalami perasaan penuh vitalitas (energi) dan pembelajaran (growth) secara berkelanjutan dalam pekerjaan (Spreitzer et al., 2005).
"A psychological state in which employees experience both vitality and learning at work" (Spreitzer, Sutcliffe, Dutton, Sonenshein, & Grant, 2005)
Dengan kata lain, thriving mencakup merasa hidup, bersemangat, dan bertumbuh secara profesional. Employee thriving bukan hanya tren HR, tetapi investasi strategis bagi organisasi yang ingin mendorong karyawan menjadi lebih berdaya, inovatif, dan bahagia. Menciptakan budaya kerja yang mendukung vitalitas dan pembelajaran adalah langkah nyata menuju kinerja unggul dan keberlanjutan organisasi.
Mengapa Employee Thriving Penting?
Manfaat thriving (Porath et al., 2012):
1. Kinerja kerja lebih tinggi
Karyawan yang thriving memiliki energi dan semangat belajar, sehingga mampu bekerja lebih efektif, produktif, dan mencapai target
2. Kreativitas meningkat
Thriving menciptakan lingkungan psikologis yang mendukung eksplorasi ide baru. Karyawan yang merasa vital dan terus belajar
3. Komitmen organisasi yang lebih kuat
Saat thriving, karyawan merasa pekerjaannya berarti, berdampak, dan mendukung perkembangan diri, sehingga muncul loyalitas yang tinggi
4. Tingkat burnout lebih rendah
Thriving berperan sebagai penyangga stres. Energi positif dan pembelajaran membuat beban kerja terasa lebih manageable