Lihat ke Halaman Asli

Ayu Diahastuti

TERVERIFIKASI

an ordinary people

Semar Mendem, Makanan Sarat Filsafat yang Bermartabat

Diperbarui: 14 Juli 2019   11:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Pinterest.com/Sangaji Pramono

Tanggal 13/07/2019 merupakan hari yang sangat indah. Terukir cantik di langit Indonesia nan megah. Pertemuan antara dua pemimpin hebat, untuk memusnahkan debat dari dua kubu yang tak kunjung bersahabat.

Saat membaca artikel Kompascom (13/07/2019) saya sempat teringat akan sosok Semar sebagai tokoh Punokawan yang dituakan dan dihormati.

Teringat pula saya akan sebuah nama jajanan pasar berbentuk persegi panjang, dengan kenikmatan yang tiada duanya. Namanya Semar Mendem.

Pernah mencoba kelezatan kue Semar Mendem? Hmmm, jajanan pasar yang satu ini selalu dicari jika kita mampir berwisata di Solo atau Jogjakarta. 

Terbuat dari beras ketan, di dalamnya berisi abon sapi atau abon ayam,hampir serupa lemper. 

Bedanya, kalo lemper dibungkus daun pisang, kemudian dikukus sebentar, baru bisa dinikmati. Sedangkan Semar Mendem dibungkus dengan dadaran tepung dan telur, dan cara menikmatinya dengan diberi saus santan biasanya dinamakan "areh".

Dinamakan Semar Mendem, karena legit ketan nan gurih, ditambah rasa abon sapi atau ayam, disertai dengan kuah kental semacam pasta yang terbuat dari santan kelapa, membuat makanan ini dijamin akan memanjakan lidah Anda dengan aneka rasa nikmat bercampur menjadi satu.

Tidak ada kaidah yang pasti dari mana asal makanan ini dinamakan Semar mendem. Ada yang berasumsi bahwa karena tokoh Semar digambarkan dalam karakter seorang yang berperawakan gemuk dan suka makan, maka makanan ini yang juga berbentuk agak "gendut" pun lantas dijuluki Semar Mendem.

Makanan kecil yang biasa kita jumpai di Solo maupun Jogjakarta dan sekitarnya ini selain bercitarasa gurih dan menggoda, ternyata merupakan makanan yang menyimpan filosofi Jawa yang sangat dalam.

Kali ini saya tidak akan membahas kuliner di kolom ini. Namun hal filosofi yang terkandung dalam makanan ini menjamu imaji saya untuk menuliskannya dan membagikannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline