Saya Siswa Rangking Ke 2 Dari Belakang, Tapi Saya Pernah Mendapatkan Juara 2 LCC Tingkat Provinsi
Istilah One in a Million Moment yang muncul di daftar notifikasi kompasiana saya, membuat ingatan ini menuju pada tahun 2009 lalu, tahun di mana saya membuat kehebohan baik di keluarga ataupun di kelas, bagaimana tidak, saya di masa lalu adalah seorang siswa yang jauh dari kata pintar, pernah dapat rangking 35 dari 36 siswa, dan pernah membuat ibu menangis karena nilai di raport saya membuat saya nyaris tidak naik kelas.
Kebetulan keluarga saya memang sangat concern terhadap pendidikan anaknya, tak apa sehari-hari makan nasi kecap, asalkan masih memiliki uang untuk bayar sekolah, bagi keluarga, nilai pelajaran yang jelek adalah aib, dan track record akademik saya adalah salah satu aib itu sendiri kala itu.
Namun keajaiban datang ketika saya baru saja naik ke kelas 12, di mana One in a Million Moment itu saya alami.
Berawal dari saya mengikuti seminar di hotel yang saat itu digelar oleh Dinas Pendidikan, dalam seminar tersebut ada beragam materi terkait dengan tips menjaga kesehatan bagi remaja, bahaya rokok , sex bebas dan narkoba.
Saya mengikuti seminar secara saksama walaupun saya selalu duduk di bangku belakang. Tibalah saat sesi terakhir acara, di mana panitia mengacak para peserta untuk membentuk dalam sebuah kelompok, nantinya kelompok tersebut diminta untuk membuat makalah (tulis tangan) dan mempresentasikannya di depan para peserta dan panitia.
Entah ada pemikiran apa saat itu, tanpa ada aba-aba dari siapapun, saya lantas mengambil alih kendali diskusi, dan akhirnya saya-lah yang diminta teman-teman satu kelompok untuk maju dan mempresentasikan hasil diskusi kami.
Tak lama setelah acara seminar tersebut, saya mendapatkan surat dari Dinas Pendidikan yang menyatakan bahwa saya "Dhimas Raditya Lustiono" dan salah satu rekan saya "Arif Ekadano Putra" mendapatkan Amanah untuk mewakili Kabupaten Wonosobo dalam ajang Lomba Cerdas Cermat (LCC) tema Lingkungan Sosial Tingkat Provinsi Jawa Tengah yang digelar di Semarang.
Sontak hal ini membuat saya bingung, atas dasar apa saya mendapatkan undangan tersebut, bahkan saya sempat berpikiran untuk meminta teman saya yang lain untuk menggantikan saya, tapi tentu saja hal tersebut tidak mungkin terjadi mengingat surat tersebut telah ditandatangani Kepala Dinas Pendidikan.
Akhirnya saya memantapkan diri untuk berangkat dengan diantar oleh kendaraan dinas, sebelum berangkat saya berkenalan dengan salah seorang siswi dari SMA 1 Wonosobo, kebetulan dia juga salah satu peserta seminar di hotel yang juga mewakili kelompoknya ketika sesi presentasi. Lalu baru saya ketahui bahwa kami bertiga terpilih atas pertimbangan pada seminar yang telah dilakukan beberapa hari sebelum saya menerima surat tersebut.
Singkat cerita kami bertiga berangkat tanpa pembekalan, tanpa latihan soal dan tanpa belajar. Namun rekan saya yang bernama Dhiena telah mengumpulkan beragam materi yang didapat dari internet, sehingga sebelum lomba berlangsung, kami masih sempat untuk belajar.