Lihat ke Halaman Asli

Hidup adalah Matahari [Dialog Imajiner]

Diperbarui: 1 Januari 2023   14:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pic by. Canva | credit : coretan embun


"Aku sedang memunguti kata demi kata, menyusunnya untuk menjadikannya bermakna (atau mungkin menjadikannya sempurna)."

"Tapi tdak ada sesuatu yang sempurna di dalam semesta, kesempurnaan hanya milik Sang Pencipta."

"Ah-tapi aku hanyalah pemungut kata. Pekerjaanku kerap kali dianggap tak berguna, walaupun kesempurnaan akan kukejar dengan jiwa dan raga."

"Heh-kata siapa? Semua orang mempunyai perannya masing-masing pada semesta, merasa tidak sempurna itu tidak apa-apa. Asalkan tidak menjadi putus asa."

"Lalu-sekarang aku harus berbuat apa? Mengejar kesempurnaan terasa tiada guna."

"Kejarlah matahari, karena dia adalah simbol kehidupan, awal dari segalanya-sebelum siang hari berakhir menjadi senja, yang berlari memeluk malam."

"Bagaimana apabila, malam tidak ingin melepaskan pelukannya? Karena malam adalah kematian."

"Itu artinya takdir yang telah memelukmu. Takdir adalah hak mutlak Sang Pencipta. Untuk itu berdoalah dan memohon; agar masih diberi kesempatan bertemu matahari, keesokan harinya."

Lalu, bacalah puisi ini-yang telah terangkai walau tiada sempurna;

hidup adalah matahari, malam adalah kematian
ketika mawar tumbuh dan mekar, belalang pun merusak,

nyanyian kutilang, tertembak pemburu
sebuah goresan, berdarah-isyarat kematian,

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline