Lihat ke Halaman Asli

dewi laily purnamasari

bismillah ... love the al qur'an, travelling around the world, and photography

Surat untuk Ayah

Diperbarui: 17 April 2021   19:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Senin adalah hari yang dirundung kemalasan. Bu Hayati, jadi malas mengajar. Padahal sudah masuk ke dalam kelas 11 yang ramai. Memberi salam dan duduk di kursi kayu yang keras. 

Tenang saja, ini situasi biasa. Tinggal memberi tugas siswa untuk mengarang bebas. Tentukan topik, lalu instruksikan. Duduk manis, tunggu hingga bel pelajaran berakhir, sudah beres.

"Anak-anak, selamat pagi!" seru Bu Hayati berusaha terdengar semangat.

"Pagi Bu ...", jawab sebagian saja siswa.

"Hari ini kita akan mengerjakan tugas mandiri. Mengarang bebas tentang sosok ayah. Sebanyak dua halaman!". jelas Bu Hayati.

Lalu dijelaskan mengapa memilih tema tersebut. Sosok ayah sangat berarti bagi setiap anaknya. Ayah selalu bekerja keras dan bersama ibu menemani kita tumbuh kembang. 

Usai memberikan instruksi, Bu Hayati kembali duduk di kursi dan mengeluarkan sebuah buku berjudul 'Masuk Surga Sekeluarga' yang ditulis seorang dai kondang di tanah air. Dibuka halaman tengah, dibaca judulnya 'Kurikulum Pendidikan Luqman'. Sambil asyik menikmati bacaannya, Bu Hayati sesekali berdehem bila ada siswa yang terdengar berisik.

Di pojok kanan dekat pintu masuk, Indra, sang juara OSN Matematika tingkat nasional tak kunjung menulis. Jago berhitung tak membuatnya seketika bisa menggoreskan kata demi kata di kertas putih bergaris itu. Kosong ... masih benar-benar kosong. Indra berkali-kali menarik nafas panjang. Tak ada ingatannya tentang ayah, sedikitpun ... sekelebatpun.

Indra menggosok sudut matanya. Hatinya menggelepar, tetiba terasa ditusuk buluh bambu. Konon banyak mulut berucap jika kelahiran dirinya tak dinginkan. Ibunya hamil saat SMA dan tidak menikah. Lelaki yang katanya pacar ibunya itu tak bertanggung jawab, tak mengakui kalau dia yang menghamili. Bayi yang dilahirkan di sebuah desa kecil agar tak diketahui sesiapapun, langsung diserahkan ke panti asuhan. Ibunya kembali ke rumah orangtuanya dan melanjutkan sekolah lagi.

Kini diusianya yang ketujuhbelas, tak pernah berjumpa keluarganya. Indra masih tinggal di panti asuhan, membantu para pengurus yang baik hati. Mengajari adik-adik di panti, yang juga punya kisah hampir mirip dengan dirinya. 

"Apa yang harus aku tulis ???" gumamnya lirih. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline