Mohon tunggu...
dewi laily purnamasari
dewi laily purnamasari Mohon Tunggu... Dosen - bismillah ... love the al qur'an, travelling around the world, and photography

iman islam ihsan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surat untuk Ayah

17 April 2021   17:50 Diperbarui: 17 April 2021   19:36 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lebih baik mengerjakan soal matematika yang paling sulit sekalipun. Jangan menulis tentang sosok ayah. Luka batin terkoyak kembali. Sering rasa dendam pada sosok yang telah membuang dirinya. Pohon kebencian tumbuh kokoh dan subur.

Sementara di bangku belakang, Sita meneteskan airmata. Ingatannya kembali saat ayahnya memukul wajah ibunya. Keras sekali. Hingga ibunya jatuh terjengkang, kepalanya membentur ujung tangga. Luka di bagian belakang kepala. Darah merembes di sela rambut panjang ibu. Belum puas rupanya, lelaki yang terus mengoceh kata-kata kasar itu menarik tangan ibu, dan menjambak rambutnya. Didorong lagi hingga ibu limbung dan terjungkal di sisi sofa. 

Ibu tak bergerak ... Pingsan. Sita berlari keluar kamar. Menjerit. Menangis. Mengguncangkan badan ibunya.

"Mamiiii ... Mam ... Maammmiiii ... Bangun!" teriaknya panik.

"Papa ... Tolong Mami", ujarnya kepada ayahnya yang malah berbalik menuju pintu utama, membantingnya. Tak lama terdengar deru mobil menjauh.

"Biikkkk ... Tolong!" Sita berteriak memanggil Bi Ani yang sudah melayani keluarga mereka dari sebelum Sita lahir.

Bi Ani tergopoh dari arah dapur. 

"Yaaa ... Ampun, Nyonya .... Kenapa ?", tanyanya histeris melihat darah mulai menggenang di sekitar kepala ibu.

Sita masih setengah sadar, mengambil handphone dan menelepon Tante Ratih, adik ibunya yang seorang dokter. Terburu-buru diceritakan keadaan ibunya.

Tante Dewi segara bertindak. Tak lama ibu sudah berada di ruang UGD. Sita sesak mengenang kejadian itu. Sejak malam kelam yang membuat dirinya benci kepada ayahnya, tak ingin lagi Sita mengingat apapun tentang ayah. Di matanya ayah adalah sosok menakutkan, jahat, kasar, kejam, tak bertanggung jawab, dan tak pernah kembali lagi ke rumah. Hilang bagai ditelan bumi.

Apakah kisah itu yang harus dituliskan sekarang? Bagaimana kalau Bu Hayati membacanya ? Keadaan itu ditutup rapat oleh Sita kepada teman-temannya. Mereka mengenal Sita sebagai siswa yang tegas dan aktif di kepengurusan OSIS. Sita, ketua kelas yang pendiam menyimpan dendam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun