Lihat ke Halaman Asli

Dewi Puspasari

TERVERIFIKASI

Penulis dan Konsultan TI

[Fiksi Horor dan Misteri] Lukisan-Lukisan Hidup

Diperbarui: 23 September 2016   16:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banner Horor dari Fiksiana

Aku bukan orang yang suka menyimpan rahasia. Tapi ada sebuah kisah yang hanya kubagi bersama kakak laki-lakiku. Kakakku ternyata juga mengalami hal yang sama dan kisah itu terbawa hingga kami dewasa.

Ya, itu hanya cungkilan masa lalu. Ketika aku masih taman kanak-kanak.

Ingatan anak kecil itu rupanya kuat. Aku masih ingat penggalan kisah yang membawaku ke rumah tersebut.

Selepas menghadiri acara resepsi pernikahan di Blitar, ayah bersama kawannya melajukan kendaraannya ke sebuah rumah. Rumah itu terletak di sebuah desa yang sepi. Rumahnya berhalaman luas dan sepertinya juga memiliki kebun di belakang rumah. Di samping rumah itu juga ada rumah lain yang tampaknya tak berpenghuni.

Ayah mengajak kami memasuki rumah tersebut. Ayah nampaknya tak asing dengan rumah tersebut sedangkan Ibu nampak sedikit masgul. Sementara kami bertiga mengikuti mereka dengan riang. Wah halaman yang luas, pasti asyik untuk berlarian.

Ada seseorang yang berlari menyambut kami, kemudian membukakan pintu tersebut. Ayah bersalaman dengan orang tersebut dan tertawa-tawa. Ia, ayah dan kawan ayah kemudian asyik mengobrol. Sementara aku dan kedua kakakku mengikuti ibu menuju sebuah kamar yang cukup besar. Ibu tahu kami bertiga kelelahan setelah menempuh perjalanan dari Malang ke Blitar. Kami bisa tiduran sejenak melepas lelah sebelum kembali ke rumah.

Ibuku mudah sekali terlelap. Kulirik kakakku pun sudah mulai terkantuk-kantuk. Sementara aku kesulitan memejamkan mata.

Dari dulu aku tidak suka tidur dengan pintu dan jendela terbuka. Rasanya seolah ada banyak mata yang mengawasiku dari bagian yang terbuka itu.

Sulit sekali memejamkan mata meskipun rasanya aku sudah mengantuk. Pandanganku kemudian kutebarkan ke sekeliling lalu mataku terantuk pada sebuah lukisan. Sebuah lukisan karapan sapi dengan pria tinggi besar di belakang sepasang sapi tersebut. Aku lalu terhenyak dan berdebar-debar. Pria dan sapi itu melirikku, bukan mereka memandangku. Pandangannya benar-benar terarah kepadaku.

Aku tercekat dan badanku terasa kaku. Mungkin aku hanya berkhayal. Lukisan itu mungkin memang dibuat dengan mata sapi dan pria itu menghadap ke arahku. Tapi mengapa aku begitu ketakutan.

Aku coba memejamkan mata. Aku raih lengan kakakku yang tidur di dekatku. Aku berpura-pura tidur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline