Lihat ke Halaman Asli

Perempuan dan Kesetaraan

Diperbarui: 29 April 2021   08:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesetaraan untuk perempuan. | pexels

Tidak hanya bekerja di dalam ruangan,
Tanpa meninggalkan kodrat sebagai perempuan,
Perempuan bisa jadi Pembalap
Perempuan bisa jadi Pemahat
Perempuan bisa jadi Pemimpin
Perempuan bisa jadi Politisi
Perempuan bisa jadi Penulis
Perempuan bisa jadi Penjual Mobil
Perempuan bisa jadi Penjual Properti
Perempuan bisa jadi Sopir
Perempuan bisa jadi Pilot
Sebenarnya, perempuan memiliki kemampuan layaknya Lelaki;
Hanya saja, hingga saat ini Perempuan masih dalam lingkaran budaya
Budaya yang membatasi Kreativitas, Cita-Cita dan Karya sesuai kemampuan

Contoh kecil;
Kenapa kebanyakan: "Kamu mau jadi pembalap? mau jadi perempuan apa? Disana tempatnya Lelaki"

Kenapa tidak demikian: "Kalau kamu mau jadi Pembalap, jadilah pembalap yang berprestasi. Jadi pembalap itu berisiko/berbahaya, kecelakaan. Balapannya harus Resmi, tidak untuk balapan liar. Agar mengurangi risiko, nanti cari informasi orang-orang yang punya pengalaman untuk latihan dan sirkuitnya. Oiya, kenapa kamu memilih jadi pembalap? kenapa tidak jadi Perawat saja? (perawat:keinginan orangtua)"
Syukur-syukur mau jadi Perawat dan tetap menjalankan keinginannya jadi Pembalap sebagai hobi tanpa keterpaksaan.

Menurut saya, setiap orang memiliki kesempatan yang sama. Kesempatan untuk melakukan apa yang mau dilakukan, selagi tidak ada pihak lain yang merasa dirugikan. 

Setiap orang berhak memiliki kesempatan untuk mewujudkan apa yang dia cita-citakan di dunia, meski memang segala pilihan memiliki risiko. 

Namun apa jadinya kesempatan di dunia tidak digunakan untuk mewujudkan apa yang ingin diwujudkan tanpa meninggalkan kewajiban akhirat, karena akhirat memang jauh lebih penting daripada cita-cita dunia. 

Sebagaimana halnya, Kodrat sebagai perempuan harus tetap dijalankan sebagaimana mestinya, namun kemampuan lain yang dimiliki perempuan juga berkesempatan untuk dikembangkan. 

Sama seperti Lelaki, yang katanya hingga budaya kini "bisa melakukan apapun". Perempuan juga manusia, perempuan bukan menjadi orang "kedua" di dunia ini.

Sejak Nabi Pertama; memang Nabi Adam diciptakan lebih awal, tapi tanpa kehadiran Siti Hawa pun Nabi Adam merasa kesepian. Tanpa kehadiran Siti Hawa, Nabi Adam tidak akan memiliki Keturunan hingga sekarang.

Nabi Terakhir; Nabi Muhammad SAW dan Siti Khadijah. Perempuan yang cerdas, tangguh, dermawan; Siti Khadijah lebih awal jatuh cinta kepada Baginda Rasul daripada Baginda Rasul. Bahkan, Siti Khadijah menawarkan diri kepada Nabi Muhammad SAW untuk dijadikan Istri. Baru, kemudian Nabi Muhammad SAW datang melamar Siti Khadijah.

Secara budaya yang terlanjur mengakar, memang perempuan seakan diposisikan berdiri lebih mundur daripada lelaki. Seperti halnya, "Lelaki memberi Nafkah" seakan menjadi Pintu Keterangan dari sisi lain bahwa lelaki lebih berkuasa dan lebih kuat daripada perempuan. Padahal, menurut saya; Nafkah itu wajib, dan semampunya. Bukan berarti perempuan lebih lemah dan dinomorduakan sebagai Manusia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline