Lihat ke Halaman Asli

Nalar Kritis: Modal Pelajar Zaman Now

Diperbarui: 12 September 2022   14:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Nadiem Makarim meringkasnya dalam frasa: 'banyak menanya'. Selain 'banyak menanya' peserta didik juga dianjurkan untuk 'banyak mencoba' (mengeksplor) dan 'banyak karya' (kreatif-produktif).

Kata sifat 'kritis' dalam belajar bisa diuraikan sebagai terbiasa menggunakan nalar  dan skeptisisme sehat serta mengembangkan daya belajar.

Daya belajar atau learning capacity berarti kemampuan otak dalam mengingat, memberi perhatian, kecepatan memproses informasi dan kemampuan mengurutkan gagasan.

Memiliki 'nalar sehat' artinya peserta didik harus bisa berpikir logis, melakukan proses mental universal yang lazim dimiliki manusia. Berpikir kritis bermakna melakukan kegiatan berpikir tingkat tinggi untuk menganalisis dan menilai sesuatu guna menghasilkan simpulan berdasarkan bukti.

Bersikap kritis berarti pula menyoal dan mempersoalkan sesuatu pada tempatnya dalam kerangka etika yang sewajarnya, bukan dalam rangka merundung  atau sekedar menunjukkan resistensi tanpa dasar.

Hasil dari sikap kritis adalah jawaban atau simpulan yang sudah melalui tahap pengujian dan pembuktian (melewati sekian banyak pertanyaan) sehingga layak disebut ilmiah atau berterima dari sisi syariat, akal sehat dan hati nurani.

Bersikap kritis tidak hanya ditujukan keluar (outward) akan tetapi juga ke dalam diri sendiri (inward) sehingga tidaklah masalah bagi seorang pemikir kritis untuk berpindah dari sikap, pemikiran atau keyakinan awalnya yang terbukti keliru kepada sikap, pemikiran dan keyakinan yang baru yang lebih objektif dan ilmiah.

Kritisisme meningkatkan daya belajar karena menghantar orangnya untuk menjelajah, mencari dan melakukan riset mandiri: sesuatu yang tidak terlalu sulit dilakukan di zaman now mengingat keberlimpahan informasi yang tersedia (utamanya di dunia maya).

Kritisisme ini pula yang kelak mengangkat suatu bangsa yang 'kumuh' dan 'kotor' lantaran mistik, klenik, perdukunan, syirik dan kebodohan,penyembahan benda mati, pemujaan situs-situs keramat, penyembahan kuburan menjadi bangsa yang maju, literer, berpengetahuan, beradab dan berkebudayaan yang sehat serta beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 

Pendekatan

Literasi merupakan pendekatan terpenting guna memicu kritisisme peserta didik. Kritisisme itu distimulus oleh bacaan. Kritisisme muncul saat seseorang menemukan adanya jurang (gap) antara harapan dengan kenyataan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline