Asal Usul Burayot: Kue Manis dari Tanah Sunda yang Sarat Makna
Burayot adalah salah satu kudapan tradisional khas Sunda yang berasal dari daerah Tasikmalaya, Jawa Barat, dan juga dikenal di beberapa wilayah sekitar seperti Garut. Kata burayot berasal dari bahasa Sunda, yang berarti menggantung atau menjuntai. Nama ini diberikan karena bentuk kue ini yang unik: bagian tengahnya menggembung dan sedikit menjuntai, menyerupai kantung kecil yang menggantung. Bentuk ini muncul secara alami saat adonan digoreng dalam minyak panas.
Kue ini terbuat dari bahan-bahan yang sangat sederhana dan mudah ditemukan di pedesaan, yaitu tepung beras, gula merah (gula aren), dan santan. Tidak ada bahan pengawet, tidak ada proses mesin---semuanya dibuat secara tradisional, dengan tangan-tangan terampil para ibu rumah tangga atau penjual pasar yang telah melestarikan resep ini selama bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun. Di sinilah letak nilai budayanya: burayot bukan hanya makanan, tapi juga penanda sejarah, keterampilan lokal, dan kekayaan budaya kuliner Sunda.
Konon, burayot sudah dibuat oleh masyarakat Sunda sejak ratusan tahun lalu. Pada masa-masa awal, burayot biasa disajikan saat acara adat, kenduri, atau perayaan keluarga, seperti kelahiran, khitanan, hingga syukuran panen. Membuat burayot saat itu adalah bagian dari proses kebersamaan. Para perempuan berkumpul di dapur, saling membantu dalam menyiapkan bahan dan menggoreng burayot satu per satu, karena tidak bisa dibuat dalam jumlah besar sekaligus. Hal ini menunjukkan bahwa burayot tak hanya berfungsi sebagai makanan, tetapi juga pengikat sosial dan simbol gotong royong dalam masyarakat tradisional.
Popularitas Burayot: Dari Kampung ke Dunia Digital
Meski burayot tergolong makanan tradisional daerah, eksistensinya tidak tenggelam di tengah gempuran kuliner modern. Justru dalam beberapa tahun terakhir, burayot mengalami kebangkitan popularitas yang cukup signifikan. Popularitas ini tidak terjadi begitu saja, melainkan hasil dari berbagai faktor---baik dari dalam komunitas pembuatnya sendiri maupun dorongan dari luar seperti pariwisata dan perkembangan teknologi digital.
1. UMKM dan Peran Perempuan Pedesaan
Pendorong utama eksistensi burayot adalah usaha mikro kecil menengah (UMKM), terutama yang dikelola oleh perempuan di pedesaan. Banyak dari mereka yang tetap menjaga keaslian resep, dan menjadikan burayot sebagai sumber penghasilan keluarga. Mereka menjualnya di pasar tradisional, warung oleh-oleh, hingga menitipkan di toko-toko makanan khas. Bahkan ada yang membuat burayot secara preorder karena proses pembuatannya yang masih manual dan terbatas.
Dalam banyak kasus, warisan membuat burayot ini diturunkan dari nenek ke ibu, dan dari ibu ke anak perempuan. Proses ini bukan hanya mempertahankan resep, tetapi juga menjaga nilai budaya dalam keluarga dan komunitas.
2. Festival Kuliner dan Promosi Pemerintah