Lihat ke Halaman Asli

Andai Tak Ada Dendam, Maka Diksar Pecinta Alam Tak Makan Korban

Diperbarui: 22 Februari 2023   15:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi pendidikan dasar (Diksar) Pecinta Alam. Foto: Dokumentasi Pribadi

Pendidikan Dasar (Diksar) memang tidak pernah terlewatkan dalam kegiatan pecinta alam, maupun tingkat siswa, mahasiswa, komunitas hingga orgnasisasi perkumpulan.

Namun disayangkan Diksar pecinta alam setiap tahunnya memakan korban, dan sebagian besar korban adalah peserta didik, junior, atau calon anggota.

Dampaknya tentu amat besar, tidak hanya bagi organisasi kepecintaalaman yang tersandung kasus tersebut, juga kelompok pecinta alam lain yang sejatinya tidak tahu menahu mengenai pelaksanaannya.

Kita sepakat pendidikan memang penting, hakekatnya kegiatan pendidikan dibentuk untuk membangun karakter dan kecakapan calon peserta yang mengikutinya.

Alasan mendasar kegiatan Diksar itu penting dikarenakan anggota akan lebih sering melakukan aktivitas di alam bebas. Oleh karenanya melalui kegiatan seperti Diksar diharapkan mampu membentuk anggota menjadi lebih tangguh.

Dalam beberapa kasus "Diksar Maut" yang telah terungkap salah satu motif terbesar adanya korban dalam kegiatan ini didasari dengan kekerasan.

Mungkin apabila jatuh korban akibat sebuah kecelakaan yang murni--seperti jatuh dari atas tebing atau akibat kondisi yang tidak diduga seperti cuaca ekstrim--rasanya masih dapat dimaklumi. Akan tetapi yang menjadi sorotan adalah adanya kekerasan yang didukung dengan sebuah tradisi; senioritas. Hal ini jelas melampaui batas.

Sebenarnya hampir seluruh kegiatan Diksar pecinta alam itu mirip-mirip, hanya penerapan dan kapasitasnya saja yang berbeda. Dimana tujuan utamanya kegiatan diwarnai dengan praktik di alam bebas secara langsung.

Namun kenyataannya, kegiatan seperti ini justru masih menjadi ajang balas dendam. Pengalaman buruk yang diterima panitia di masa lampau kemudian melampiaskan kepada junior yang hendak bergabung.

Hingga saat ini masih banyak yang menerapkan 'tradisi kuno' seperti caci maki kepada peserta didik yang rasanya tidak begitu penting. Untuk apa menghunjami peserta Diksar dengan kata-kata kasar? Apa manfaatnya? Apa yang bisa dipetik dan dipelajari dari peserta didik dengan tindakan tersebut?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline