Lihat ke Halaman Asli

Firdaus Cahyadi

Penulis, Konsultan Knowledge Management, Analisis Wacana, Menulis Cerita Perubahan dan Strategi Komunikasi. Kontak : firdaus(dot)cahyadi(at)gmail.com

Ada Apa dengan Media Daring TEMPO?

Diperbarui: 17 September 2020   12:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Saya suka baca media TEMPO, dari koran, majalah hingga portal beritanya. Namun akhir-akhir ini ada yang aneh dengan media TEMPO, terutama portal beritanya. Biasanya media TEMPO mengedepankan prinsip-prinsip jurnalistik. Salah satu prinsip jurnalistik itu adalah disiplin verifikasi.

Seringnya membaca media group TEMPO, hingga saya sedikit banyak mengenal bagaimana cara kerja jurnalis media group TEMPO dalam memproduksi berita. Mereka sangat disiplin dalam menjalankan verifikasi. Kedisiplinan itu yang membuat jurnalis media group TEMPO tidak langsung mempublikasikan begitu saja sebuah siaran pers. Biasanya jurnalis media group TEMPO, termasuk yang portal beritanya, akan menghubungi kontak yang ada di siaran pers tersebut untuk diwawancarai. Bukan hanya itu, jurnalis media group TEMPO juga akan mewawancarai pihak lain yang memiliki kompetensi untuk memastikan bahwa argumentasi narasumber yang sebelumnya diwawancarai bukanlah sekedar dugaan atau bahkan hoax.

Namun, berita di portal tempo.co yang berjudul, "Kebakaran di Kejaksaan Agung Dicurigai untuk Hilangkan Bukti Kasus Djoko Tjandra". Bila benar informasi bahwa kebakaran di Kejaksaan untuk menghilangkan bukti sebuah kasus, maka ini tentu sebuah kejahatan yang terorganisasi dan harus dibongkar habis. Namun, nampaknya berita dengan judul di atas tidak melewati proses disiplin verfikasi seperti cara kerja jurnalis group TEMPO lazimnya. 

Berita itu berdasarkan dugaan seorang pengacara yang diterima redaksi secara tertulis. Biasanya, jurnalis group TEMPO tidak akan buru-buru mempublikasikan informasi dari keterangan tertulis, dari siapapun juga. Seperti disebutkan di atas, biasanya jurnalis group TEMPO akan mewawancarai narasumber yang bersangkutan untuk mendalamai dasar argumentasi dugaannya itu. Jurnalis group TEMPO juga akan mewancarai pihak lain yang berkompeten. Tidak hanya itu, biasanya jurnalis Group TEMPO juga akan datang ke lokasi, untuk melakukan pengamatan lapangan, benar atau tidak informasi yang diterima redaksi bahwa kebakaran gedung kejaksaan untuk menghilangkan barang bukti sebuah kasus. Setelah memiliki informasi yang lengkap, barulah media Group TEMPO mempublikasikan berita itu. Tapi sayang, berita yang berjudul, 'Kebakaran di Kejaksaan Agung Dicurigai untuk Hilangkan Bukti Kasus Djoko Tjandra' nampaknya dipublikasikan mengabaikan prinsip-prinsip jurnalistik, yaitu disiplin verifikasi. Informasi yang  berdasarkan dugaan dengan mudahnya dipublikasikan. 

Padahal seiring perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, seringkali publik hanya membaca judulnya dan langsung share di media sosial. Bayangkan jika informasi yang berdasarkan dugaan-dugaan diberitakan di sebuah media massa dengan mengabaikan prinsip-prinsip jurnalistik? Publik akan menelan mentah-mentah informasi yang ada di berita itu, kemudian mengambil keputusan berdasarkan sebuah informasi yang tidak akurat. Jika cara kerja media massa dengan mengabaikan prinsip-prinsip jurnalistik ini terus diabaikan, apa bedanya media massa dengan media sosial yang memang tidak wajib menerapkan prinsip jurnalistik.

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memang mengutamakan kecepatan. Namun, media massa, termasuk TEMPO, tidak boleh mengabaikan prinsip-prinsip dasar jurnalistik hanya sekedar untuk mengutamakan kecepatan. Jika mengutamakan kecepatan mengorbankan prinsip-prinsip jurnalistik, maka pilar ke-4 demokrasi kita, cepat atau lambat akan roboh.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline