Lihat ke Halaman Asli

Hendrikus Dasrimin

TERVERIFIKASI

Scribo ergo sum (aku menulis maka aku ada)

Marak Klitih di Kota Pelajar, Mengapa dan Bagaimana?

Diperbarui: 2 September 2022   21:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Remaja Pelaku Kekerasan Jalanan di Bantul di Mapolres Bantul Senin (29/11/2021). (Foto: KOMPAS.COM/MARKUS YUWONO)

Fenomena klitih yang dilakukan oleh kalangan remaja di Yogyakarta menyebabkan keresahan bagi masyarakat. Kata Klitih secara bahasa bermakna mencari sesuatu, yang tidak selalu berkonotasi kekerasan.

Klitih merupakan sebuah kata yang memiliki banyak pengertian. Kamus Bahasa Jawa SA Mangunsuwito (2002), mengartikan Klitih (Klitihan atau Nglitih) sebagai kata dalam bahasa Jawa yang bergenre Jogjaan (bahasa jawa dialek jogja) yang kemudian membentuk kata pengulangan yaitu Klitah-Klitih yang artinya jalan bolak-balik (Surwandono & Bahari, 2020). 

Sedangkan menurut Pranowo, kata klitah-Klitih masuk dalam kategori dwilingga salin suara atau kata pengulangan yang berubah bunyi dan mengartikannya sebagai kegiatan kluyuran yang tidak memiliki tujuan. 

Pranowo juga menjelaskan bahwa dulunya, kata Klitah-Klitih sama sekali tidak mengandung unsur negatif. Akan tetapi seiring berkembangnya zaman, arti kata Klitah-Klitih sering digunakan hanya sebagian saja menjadi Klitih atau Nglitih yang maknanya cenderung negatif.

Kata Klitih atau Nglitih kemudian identik dengan adanya aksi-aksi kekerasan dan kriminalitas yang dilakukan oleh para remaja atau pelajar (Bramasta, 2020). 

Namun, akhir-akhir ini Klitih identik dengan aksi kekerasan jalanan yang dilakukan sekelompok anak muda untuk mencari mangsa kekerasan secara acak. 

Istilah Klitih dipergunakan oleh para pelaku kekerasan jalanan dan kemudian masyarakat Yogyakarta sekarang ini memaknai Klitih sebagai ekspresi kekerasan dibandingkan dengan makna asalnya.

Klitih umumnya dilakukan oleh individu maupun kelompok yang berasal dari lingkungan yang berpenghasilan rendah. 

Pelaku Klitih biasanya beraksi di malam hari dengan kondisi jalanan sepi dan menyerang korbannya dengan menggunakan senjata tajam, kemudian pelaku akan memeras benda berharga yang dibawa oleh korban (Wibowo & Ma'ruf, 2019).

Klitih sebagai bentuk tindakan premanisme selama ini cenderung diperbincangkan dalam konteks tindakan penertiban dan menjadi domain dari penegakan hukum seperti kepolisian maupun kejaksaan. Keterlibatan masyarakat lebih kepada aktivitas melaporkan dan aparat penegak hukum kemudian mengambil tindakan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline