Lihat ke Halaman Asli

Dasman Djamaluddin

TERVERIFIKASI

Saya Penulis Biografi, Sejarawan dan Wartawan

Gaza Meratap di Bulan Ramadhan, Sejarah Kelam Ketidakadilan Kapan Berakhir?

Diperbarui: 18 Juni 2015   06:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1405004045683284580

[caption id="attachment_347171" align="alignnone" width="960" caption="Buku saya yang banyak bercerita tentang Palestina (Penerbit Kompas,2012)"][/caption]

Jalur Gaza di bulan Ramadhan ini menjadi bulan-bulanan Israel. Pasukan tank dari darat dan pesawat tempur dari udara melayang-layang di perbatasan Israel -Jalur Gaza. Serangan ini merupakan balasan terhadap aksi gerilyawan Hamas yang menembakkan roketnya ke wilayah Israel. Beberapa warga sipil Palestina menjadi korban.

Pemandangan seperti ini bukanlah pemandangan baru. Berkali-kali bentrok antara rakyat Palestina di Jalur Gaza telah terjadi beribu-ribu kali. Tidak dapat dihitung berapa jumlah korban yang jatuh. Sudah tentu korban yang jatuh itu terdiri dari anak-anak, perempuan dan orang tua tak berdaya. Perdamaian yang terus dilakukan hanya bertahan beberapa tahun. Kemudian terjadi pelanggaran-pelanggaran lagi dan bentrok kembali terjadi.

Dunia hanya bisa mengucapkan prihatin karena terjadi di bulan Ramadhan, bulan suci bagi umat Islam. Indonesia melalui menteri luar negeri nya pun secara resmi sudah mengucapkan rasa prihatin  dan mengecam serangan-serangan Israel tersebut. Sepertinya hanya ini yang bisa dilakukan negara-negara Dunia Ketiga seperti Indonesia, karena bagaimana pun apa pun yang dilakukan Israel baik secara langsung atau tidak langsung selalu didukung oleh Amerika Serikat. Kecaman-kecaman di Dewan Keamanan PBB pun tidak mampu mengelaminir kecaman kepada Israel tersebut karena pasti Amerika Serikat menggunakan hak vetonya untuk menggugurkan kecaman tersebut.

Kalau kita membaca Sejarah Bangsa Palestina di buku yang saya tulis:"Rais Abin, Panglima Pasukan Perdamaian PBB di Timur Tengah 1976-1979," terlihat sangat jelas bahwa ketidakadilan negara-negara yang keluar sebagai Pemenang Perang Dunia II ikut menjadi penyebab mengapa bangsa Palestina yang dulu memiliki tanah air, sekarang menjadi bangsa yang tidak memiliki apa-apa. Mereka menumpang hidup di negara-negara tetangga.  Berdirinya negara Israel pada 14 Mei 1948, lebih memicu konflik di Timur Tengah. Bangsa Arab Palestina yang seharusnya memiliki sebuah negara, karena sejak semula memiliki tanah air, tidak diakui negara-negara pemenang Perang Dunia II. Sekarang malah mengalami nasib yang sama seperti kaum Yahudi sebelum tahun 1948, yaitu jadi pengungsi.

Perang antara pejuang Palestina dan Israel sudah sering terjadi. Tetapi tetap saja kalah karena peralatan militer Israel lebih canggih dan diizinkan pula memiliki senjata nuklir.

Itu di satu sisi, dan di sisi lain, bangsa Arab pun tidak bersatu di dalam menyatakan perang kepada Israel. Lihatlah misalnya ketika pada tahun 1970, Israel melakukan invasi ke wilayah perbatasan Jordania untuk menyerang Organisasi Pembebasan Palestina yang bermarkas di perbatasan kedua negara tersebut, malah Jordania, sebuah negara Arab lainnya berterima kasih kepada pemerintah negara Yahudi tersebut. Belum lagi berbicara mengenai kehancuran Irak, di mana Arab Saudi sebelumnya  mengizinkan wilayahnya dijadikan sebagai pangkalan udara Amerika Serikat dan Sekutunya, sehingga mempercepat kehancuran negara 1001 malam itu.

Mesir di bawah Presiden Anwar Sadat  misalnya yang berusaha menciptakan perdamaian dengan Israel tahun 1979 dikucilkan oleh negara-negara Arab lainnya. Bahkan menuai protes di dalam negeri Mesir sendiri di mana Menteri Luar Negerinya, Fahmi langsung mengundurkan diri. Tidak hanya sekedar itu, Anwar Sadat sendiri harus rela melepas nyawanya di tangan tentaranya sendiri ketika sedang berlangsung parade militer memperingati  kemenangan Mesir atas Israel pada 6 Oktober 1981.

Itu hanya contoh-contoh kecil saja dari perpecahan negara-negara Arab terhadap sesama saudaranya.  Palestina juga terbagi dua. Tepi Barat dan Jalur Gaza. Yang sering diserang Israel ini Jalur Gaza dan berbeda dengan penduduk Palestina yang hidup di Tepi Barat. Belum lagi kita berbicara mengenai Suriah yang berbatasan langsung juga dengan Israel yang sekarang ini Dataran Tinggi Golan belum dikembalikan kepada Suriah. Dataran tinggi ini sangat strategis untuk Israel, sehingga sampai hari ini belum ada niat untuk mengembalikannya  kepada Suriah. Malah kekuatan Suriah diperlemah dengan adanya pemberontakan-pemberontakan dari dalam.

Posisi Indonesia sangat rumit dalam mengatasi masalah tersebut. Tetapi pernah putera bangsa, Mayor Jenderal TNI Rais Abin memimpin pasukan United Nations Emergency Force (UNEF) II sebagai Panglima. Ia membawahi 4.031 personel, pasukan gabungan tujuh negara dan  berhasil mengamankan jalan menuju perundingan damai antara Mesir dan Israel yang berperang. Ia pulalah pada tahun 1978 melaporkan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa telah dilakukannya persiapan perundingan tingkat tinggi antara pemimpin Mesir dan Israel. Perdamaian akhirnya terwujud di Amerika Serikat pada 1979. Diawali dengan perundingan perdamaian di Camp David, yang dilanjutkan dengan penandatanganan perjanjian final di Gedung Putih, Washington DC, antara Presiden Mesir Anwar Sadat, dan Perdana Menteri Israel Menachem Begin, disaksikan Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter.

Ya, bangsa ini berharap munculnya  Rais Abin, Rais Abin yang lain agar ke depan Indonesia bisa diperhitungkan dalam percaturan politik dunia internasional. Jadi tidak lagi sekedar mengecam dan menghimbau, tetapi ikut berbuat. Tidak jauh berbeda ketika Presiden Soekarno mengambil inisiatif melaksanakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung dan Presiden Soeharto ikut sebagai inisiator berdirinya Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN).




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline