Lihat ke Halaman Asli

Darlis Darwis

Pensiunan

Komeng Melabrak Kemapanan

Diperbarui: 5 Maret 2024   21:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Komeng Melabrak Kemapanan. Berangkat dari modal sosial yang telah dimiliki sebagai komika (dibaca komedian) Komeng  "OoTeWe" (dibaca On The Way) melangkah  menuju gedung parlemen membawa niatan ingin melakukan sesuatu membuat masyarakat senang, bahagia dan sejahtera melalui seni budaya. 

Dalil yang digunakannya, jika masyarakat bekerja dalam hati senang dan gembira akan lebih produktif sehingga dapat memberi hasil yang lebih banyak  kemudian akan diperoleh kesejahteraan lebih baik pula.

Ketika kebanyakan para kontestan calon legislatif maupun eksekutif "berebut kursi" menjadi anggota parlemen, calon presiden dan wakil presiden maupun kepala daerah berupaya seoptimal mungkin menunjukan jati diri, eksistensi, kapabilitas-kapasitas,  intelektualitas dan status sosial untuk dapat tampil maksimal meyakinkan merebut hati masyarakat pemilik hak suara. 

Berbagai cara taktik dan siasat ditempuh guna mendapatkan kepercayaan masyarakat pemilik suara guna mendongkrak elektabilitas (baca perolehan suara), Komeng calon anggota Dewan Perwakilan Daerah  Jawa Barat periode 2024-2029  tampil dengan "atribut dan kostum" keseharian  kesederhanaan apa adanya, perilaku dan gimmick  celetukan banyolan ceplas ceplos, tidak menggunakan istilah kosakata dan alur pikiran yang  "njelimet" ribet alias tidak teoritis. 

Apa yang disampaikannya tidak perlu sampai "mengerutkan" kening, cukup dengan senyum sudah dapat dipahami, ucapan yang diplesetkan  dan jalan pikiran yang "disesatkan" kepada kawan dan lawan bicaranya ketika berdialog berdiskusi maupun bercanda dalam kata-kata di forum formal maupun diatas panggung mengalir begitu saja sesuai pribadi pembawaan "asli" utuh dari sononya.  

Apa yang dilakukan Komeng merupakan antitesis, anomali melabrak zona kemapanan, teori dan opini, serta stigma atau  "anggapan" kesimpulan sementara banyak orang yang mengatakan  bahwa untuk menjadi calon legislatif  maupun calon eksekutif butuh banyak "modal" materiil dan moril. Komeng memutarbalikkan fakta  dan membongkar pikiran tersebut, menunjukan dan membuktikan bahwa "anggapan" itu tidak  sepenuhnya benar. 

Komeng dengan caranya sendiri membuat  dan melakukan; yang banyak menjadi sedikit, yang besar menjadi kecil, yang berat menjadi ringan, yang rumit menjadi simpel, yang sempit menjadi luas, yang susah menjadi mudah, yang njelimet ribet menjadi sederhana dan gampang. Dari  yang dilakoni dan dilakukannya (meskipun) hanya untuk menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah sejauh ini memberi "outcome" positif menakjubkan. Hasil perhitungan suara yang telah diproses "resmi" oleh Komisi Pemilihan Umum Komeng memperoleh suara  terbanyak di Dapil Provinsi Jawa Barat. 

Fenomena  "Komeng" memberi pelajaran, kesan dan catatan bahwa untuk dapat "menerobos" pintu parlemen di senayan: 

1. Dibutuhkan  kecerdasan dan kecerdikan bermanuver dengan "sekoci" yang dimiliki. 

2. Momentum waktu dan pilihan yang tepat  tempat berlabuh "nyaleg" dimana dan kapan.

3. Tampil "Pede" sesuai  kapabilitas produk asli  "original dan genuine" tidak perlu banyak "lipstick dan polesan". 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline