Lihat ke Halaman Asli

cutshalsa bila

pelajari di ad yg lebih singkat kata

Menapak Nilai Sejarah

Diperbarui: 16 September 2025   13:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah kampung kecil di kaki Gunung Merapi, tinggal seorang pemuda bernama Rafki. Ia baru saja lulus dari sekolah menengah atas dan rencananya akan melanjutkan kuliah di kota besar. Namun, sebelum pergi, rafki merasa ada yang kurang. Ia merasa belum benar-benar memahami akar budaya dan sejarah bangsa yang telah lama diwariskan oleh nenek moyangnya.

Pada suatu sore, setelah membantu orang tuanya di ladang, rafki memutuskan untuk mengunjungi sebuah museum kecil di desa yang sering didatanginya. Museum tersebut tidak besar, hanya terdiri dari beberapa ruangan yang menyimpan benda-benda peninggalan sejarah, mulai dari alat-alat tradisional, pakaian adat, hingga foto-foto lama tentang perlawanan rakyat terhadap penjajah.

"Saya ingin lebih tahu tentang sejarah, Pak," kata rafki kepada sang penjaga museum, seorang pria paruh baya yang dikenal sebagai Pak Ardi.

Pak Ardi tersenyum mendengar pertanyaan Rafki. "Mungkin kamu akan menemukan sesuatu yang menarik di sini, Nak. Sejarah bangsa ini bukan hanya tentang masa lalu yang terlupakan, tapi juga tentang bagaimana kita menghargai perjuangan dan semangat yang ada di dalamnya."

Rafki mulai memeriksa satu per satu benda yang ada di museum itu. Matanya tertuju pada sebuah lukisan tua yang menggambarkan suasana pertempuran di medan perang pada masa penjajahan Belanda. Di sudut lukisan, tampak seorang pria muda yang sedang memimpin pasukan dengan bendera merah putih yang berkibar.

"Siapa itu, Pak?" tanya Rafki dengan penuh rasa ingin tahu.

Pak Ardi mendekat dan menjelaskan, "Itu adalah gambar Pahlawan Nasional, Sultan Agung, yang memimpin perlawanan terhadap penjajahan Belanda di abad ke-17. Beliau adalah simbol dari perjuangan melawan penindasan, dan mengajarkan kita pentingnya menjaga persatuan dan semangat juang."

Rafki tertegun. Selama ini, ia hanya tahu tentang Sultan Agung sebagai nama jalan atau monumen, tanpa mengetahui lebih dalam tentang perjuangannya. Ia melanjutkan perjalanannya di dalam museum, dan semakin banyak yang ia pelajari. Ada kisah tentang perlawanan di masa penjajahan Jepang, tentang tokoh-tokoh yang rela mengorbankan nyawa demi kemerdekaan Indonesia, serta tentang bagaimana rakyat biasa ikut berperan besar dalam perjuangan.

"Sungguh luar biasa," gumam Rafki dalam hati. Ia merasa takjub dengan semangat juang yang tercatat dalam sejarah bangsa. "Kami, generasi muda, seharusnya bisa belajar banyak dari ini."

Pak Ardi, yang sudah lama mengamati Rafki, berkata dengan bijak, "Sejarah bukan hanya untuk dikenang, tapi untuk dipelajari dan diteruskan. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya, dan yang memaknai setiap perjuangan yang telah dilalui."

Rafki pun merasa tergerak. Sebelum meninggalkan museum, ia menatap sebuah prasasti yang tertulis di dinding: "Bangsa yang lupa sejarahnya, akan kehilangan jati dirinya."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline