Lihat ke Halaman Asli

Corry LauraJunita

Tsundoku-Cat Slave

PB Djarum Pamit?

Diperbarui: 10 September 2019   15:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berteman dengan Kok dan Raket (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

"Loh, Aulina baru 9 tahun? Masih kecil begini sudah berani tinggal di asrama?".

Saya cukup terkejut saat bertemu sepupu saya yang akan mengikuti turnamen bulu tangkis di Yogyakarta pada bulan Agustus kemarin. Bagaimana tidak, saat bertemu ayahnya dalam sebuah acara keluarga, kami mendapat kabar bahwa adek sepupu saya ini memutuskan untuk serius menjadi seorang pemain bulu tangkis dan tinggal di asrama. 

Saat mengetahui dia memilh mandiri tinggal di asrama klub bulu tangkis, saya mengira-ngira usianya sekitar 12-13 tahun, usia anak SMP, usia anak-anak biasa masuk sekolah berasrama. Ternyata saya salah besar, dia bahkan belum genap berusia 10 tahun. Sebuah keputusan besar dan berat menurut saya bagi seorang anak berusia 9 tahun. 

Namun, hal yang membuat saya bangga, saya tidak melihat adanya unsur keberatan dalam setiap kegiatan yang dia lakukan. Setiap sore dia berlatih mandiri walaupun sedang pulang untuk weekend di rumah, bahkan saat mengalami kekalahan dalam turnamen di Yogyakarta, dengan sendirinya dia menambah jam latihannya di luar latihan yang telah dirancang pelatihnya.

Itu adalah cerita bulan lalu..

Akhir minggu ini, saya membaca sebuah artikel di media elektronik bahwa tahun ini adalah tahun terakhir PB Djarum mengadakan Audisi untuk mereduksi polemik yang mencuat beberapa waktu sebelumnya mengenai dugaan eksploitasi anak. Tiba-tiba saya teringat dengan sepupu kecil saya. 

Dia memang tidak mengikuti audisi tersebut karena sudah tergabung dalam sebuah PB yang masih bisa dijangkau jaraknya untuk dipantau oleh orang tuanya, tetapi beberapa rekannya berencana akan ikut audisi tersebut. Saya membayangkan jika sebuah audisi yang sangat bergengsi semacam audisi PB Djarum harus terhenti karena sebuah polemik, alangkah banyaknya talent muda yang terlewatkan di luar sana. 

Apakah harus PB Djarum kalau mau jadi juara? Tentu tidak. Tetapi, untuk sebuah perkumpulan bulu tangkis yang sudah berpuluh tahun berpengalaman menghasilkan banyak juara, tentu kualitas pelatih dan sarananya tidak diragukan lagi. Buktinya, peserta audisi selalu membludak tiap tahun, dan sampai di buka di berbagai kota besar di negara ini.

Berdasarkan sejarah PB Djarum yang saya baca di website PB Djarum dan artikel-artikel lain, PB Djarum sendiri awalnya hanya sebagai fasilitas bagi karyawan Djarum, yang lama-lama dimanfaatkan juga oleh masyarakat umum. Keberhasilan Liem Swie King dalam berbagai kejuaraan, melahirkan niat serius dari CEO PT Djarum, Budi Hartono untuk mengembangkan komunitas yang ada menjadi PB Djarum seperti sekarang.

Bagaimana dengan isu eksploitasi yang dihembuskan beberapa waktu lalu? Anak-anak itu sewaktu diwawancarai mengenai pandangannya terhadap tulisan Djarum di bajunya apakah ditanya juga perasaan mereka? Mereka merasa di jadikan iklan berjalan ga? Mereka merasa sebagai salah satu penyebab orang di luar sana beli rokok ga? Haduh, entah kenapa saya sendiri membayangkan jika saya menjadi anak yang cukup beruntung untuk diterima dalam audisi Djarum, peduli amat dengan segala tulisan di baju. Saya dapat kesempatan. Sudah itu aja mungkin dalam pikiran saya.

Saya membayangkan banyaknya anak-anak seusia sepupu saya yang berharap bisa berlatih di tempat sebergengsi PB Djarum. Bagaimana harapan mereka akan terpatahkan dengan sebuah polemik yang mungkin mereka sendiri tidak benar-benar paham artinya. Kadang saya merenung, apa arti eksploitasi sebenarnya, apakah eksploitasi namanya jika anak-anak itu dengan sukarela menggunakan kostum bertuliskan "iklan" tersebut. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline