Lihat ke Halaman Asli

Tri Hita Karana Sebagai Filsafat Hidup dan Kearifan Lokal

Diperbarui: 10 Oktober 2025   18:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pulau Bali dikenal sebagai daerah yang kaya akan nilai-nilai budaya, spiritual, dan sosial yang membentuk cara hidup masyarakatnya. Salah satu ajaran paling mendasar yang menjadi pedoman kehidupan sehari-hari adalah Tri Hita Karana, yang berarti "tiga penyebab kebahagiaan". Secara etimologis, kata tri berarti tiga, hita berarti kebahagiaan, dan karana berarti sebab. Maka, Tri Hita Karana dapat dipahami sebagai ajaran tentang tiga sumber kesejahteraan hidup manusia: hubungan dengan Tuhan (Parahyangan), hubungan dengan sesama manusia (Pawongan), dan hubungan dengan alam (Palemahan).

Konsep ini lahir dari pandangan spiritual masyarakat Bali yang bersumber pada ajaran Hindu, namun telah berkembang menjadi pedoman hidup universal. Filsafat ini menuntun manusia untuk menjaga keseimbangan antara dimensi spiritual, sosial, dan ekologis. Dalam dunia modern yang sering menekankan aspek material, nilai-nilai Tri Hita Karana mengingatkan manusia bahwa kebahagiaan sejati hanya dapat dicapai bila terdapat harmoni antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.

Makna Filsafat Hidup dalam Tri Hita Karana

Filsafat hidup pada hakikatnya adalah cara pandang seseorang atau masyarakat dalam mencari makna dan tujuan hidup. Dalam konteks Tri Hita Karana, filsafat ini menegaskan bahwa kesejahteraan manusia tidak hanya bergantung pada kemajuan ekonomi, tetapi juga pada keseimbangan spiritual, sosial, dan lingkungan.

Nilai Parahyangan menekankan hubungan manusia dengan Tuhan. Masyarakat Bali mewujudkannya melalui berbagai bentuk persembahyangan dan upacara keagamaan, seperti odalan dan melasti. Melalui ritual-ritual ini, manusia belajar untuk bersyukur, berdoa, dan menjaga kesucian batin sebagai bentuk pengabdian kepada Sang Hyang Widhi Wasa.

Aspek Pawongan menggambarkan hubungan harmonis antar sesama manusia. Prinsip menyama braya yang berarti memandang sesama sebagai saudara menjadi dasar kehidupan sosial masyarakat Bali. Nilai ini tampak dalam kegiatan gotong royong, kerja bakti, dan solidaritas dalam upacara adat. Melalui hubungan sosial yang baik, kebahagiaan menjadi milik bersama, bukan hanya individu.

Sementara itu, Palemahan mengajarkan manusia untuk hidup selaras dengan alam. Alam tidak dilihat sebagai objek yang bisa dieksploitasi, melainkan sebagai bagian dari kehidupan yang harus dijaga dan dihormati. Kesadaran ekologis ini tercermin dalam cara masyarakat Bali mengelola sumber daya alam dengan bijaksana dan penuh tanggung jawab.

Ketiga nilai ini saling melengkapi dan menciptakan keseimbangan kehidupan. Bila salah satunya diabaikan, harmoni kehidupan akan terganggu. Karena itu, Tri Hita Karana menjadi pedoman hidup yang menuntun manusia untuk mencapai kebahagiaan yang menyeluruh dan berkelanjutan.

Tri Hita Karana sebagai Kearifan Lokal

Sebagai kearifan lokal, Tri Hita Karana tidak hanya menjadi ajaran moral, tetapi juga tercermin dalam perilaku dan sistem sosial masyarakat Bali. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya diimplementasikan dalam berbagai tradisi, upacara, serta tata kehidupan yang menyatukan unsur spiritual, sosial, dan ekologis.

1. Upacara Seren Taun

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline