Lihat ke Halaman Asli

Ignasia Kijm

Senang mempelajari banyak hal. Hobi membaca. Saat ini sedang mengasah kemampuan menulis dan berbisnis.

UKM, Energi Baik Pejuang Ekonomi Bangsa

Diperbarui: 15 Agustus 2018   19:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa sangka usaha kerajinan akar kayu jati dan furniture ini mengambil bahan dari limbah akar kayu jati. (foto dokumentasi pribadi)

Usaha Kecil Menengah (UKM) terbukti  cukup bertahan di tengah gempuran krisis ekonomi baik nasional maupun dunia. Bagi UKM, menguasai pasar global itu tidak berbeda jauh dengan menaklukkan pasar domestik. Terlebih saat ini produk dari berbagai negara mudah ditemui di kota-kota di Indonesia. Bila UKM tidak mampu menghadirkan produk berkualitas dan berdaya saing dipastikan hanya akan menjadi penonton di negara sendiri. 

Wahyu Kusumo Edi memaparkan, Gallery Putera Nusantara dirintis bersama rekannya Bugi Purwanto pada 2002 di Surabaya. Sebelumnya Wahyu menekuni profesi sebagai programmer selama hampir 10 tahun. 

Mereka memberanikan diri mengikuti pameran pada 2005. Awalnya Wahyu hanya membuat meja dan dijual di showroom di Bali. Setelah tiga bulan berjalan, ada sebuah restoran yang melirik. Produk tersebut juga dijual di beberapa reseller di Jakarta dan Batam. "Market tiga wilayah itu bagus. Beberapa restoran di Jakarta mengambil produk kami," kata Wahyu.

Usaha kerajinan akar kayu jati dan furniture tersebut mengambil bahan dari limbah akar kayu jati yang dahulu digunakan warga sekitar sebagai kayu bakar. Wahyu memberikan pelatihan kepada warga yang tinggal tak jauh dari workshopnya di Situbondo. Dulu limbah itu tidak ada nilainya, sekarang bernilai ekonomis. Mulanya limbah akar kayu jati itu dihargai Rp 150 ribu-Rp 250 ribu. Saat ini limbah yang terkumpul dalam satu pickup dihargai Rp 7,5 juta.

Wahyu mengakui sebenarnya ada produk sejenis dari Ngawi, Bojonegoro, dan Yogyakarta. Namun ia menawarkan ciri khas melalui desain yang beda, finishing yang halus, dan no chemical finishing.

Respon pasar luar negeri luar biasa. Terbukti dengan ekspor rutin sejak 2012 ke Qatar. Selain itu ekspor ke Perancis dan Jepang.  Wahyu mengutarakan, harga untuk ekspor masih kalah dari tawar-menawar dengan buyer. 

Namun hal itu tak menjadi soal. Pasalnya selisih keuntungan yang kecil diimbangi dengan kuantitas yang besar. Wahyu juga telah mengikuti pameran mandiri di Jakarta dan Bali serta Guangzhou dan Wina. Dalam satu bulan usaha kerajinan akar kayu jati mampu menyelesaikan 12.500 pieces all item. Pengerjaan tersebut dibantu delapan karyawan. 

Bila ada permintaan ekspor di atas itu, pengerjaan dibantu tenaga lepas. Wahyu melihat peluang yang belum banyak dilihat orang, yakni furniture untuk industri restoran. Harga yang ditawarkan, diantaranya Rp 5.000 untuk sendok sampai Rp 3,5 juta untuk satu set furniture.

Dalam pandangan Wahyu jika produknya ditiru artinya ia dituntut lebih kreatif dengan membuat produk lain dan terpacu secara positif. Wahyu menyampaikan, hambatan yang ditemui adalah dokumen. 

Selama ini pelaku UKM harus memiliki dokumen illegal wood.  Padahal biayanya memberatkan dari segi adminstrasi, Rp 20 juta per tahun. Kondisi tersebut mengakibatkan Wahyu menyewa forwarding ketika ekspor. Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) dan Asosiasi Pengusaha Mebel Indonesia (Asmindo) telah  mengusulkan kepada Presiden Jokowi untuk bernegosiasi ke depannya dengan beberapa negara Eropa. Diharapkan dokumen tersebut dapat dihapus.

Bermodal Tekad

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline