Lihat ke Halaman Asli

Citra Apriliani

Mahasiswi Universitas Garut

Serpihan Kisah Penjual Aromanis Rambut Nenek CIHA

Diperbarui: 2 September 2021   22:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Serpihan kisah penjual Aromanis Rambut Nenek CIHA (Dokpri)

"Konsekuensi dari seorang pengusaha, berani ambil resiko". Itulah prinsip yang dipegang oleh ayahku ketika beliau berjibaku mengembangkan usaha di bidang makanan ringan. Mungkin beberapa orang sudah mengenali makanan jadul ini.

Ya, serpihan kisah penjual Aromanis Rambut Nenek CIHA, bisa menjadi inspirasi bagi pelaku usaha lainnya, akan kegigihan dalam menjalankan usahanya. 

Mungkin bagi banyak orang, terdengar tak asing lagi ditelinga. Sebab usaha ini telah dirintis oleh sang ayah sejak lama melalui kuatnya bahu dan besarnya kasih sayang terhadap keluarga. Pa Rasmin adalah seorang ayah yang hebat, melalui perjuangannya telah membuat keluarga tetap tersenyum dengan produksi rumahan yang mengikut-sertakan ibu rumah tangga dalam proses pembuatannya.

Benar!, produksi rumahan, yaitu produksi yang melibatkan beberapa anggota keluarga bahkan tetangga sekitar. Mereka turut andil dalam merajut asa mulai dari pembungkusan, pengemasan, hingga pendistribusiannya. Produk ini bernama Aromanis Rambut Nenek CIHA, singkatan kata Citra-Hafizh (Putra putri Pak Rasmin).  

Tersimpan rapi dalam memori kecil kami ketika ayah selalu tidur larut malam demi menciptakan inovasi untuk model makanan aromanis. Kerja keras yang dioptimalkan guna mewujudkan hasil yang memuaskan tergolong zona tertinggi dalam struktur pemikiran sang ayah. 

Jualan arumanis sudah dilakoninya sejak beliau di bangku SMP, sehingga karena pengalamannya nyaris menguasai strategi dalam pemasaran produknya. 

Kisah ini terekam semenjak tahun 2014, Kota Bandung menjadi letak geografis yang pernah menjadi indikator awal mula penjualan aromanis. Saat itu, kebetulan ayah sedang berbincang halus dengan seorang tukang bubur kacang di sampingnya. 

Singkatnya ayah merasa diberi kemudahan ketika seorang tukang bubur kacang mengarahkan ke tempat proses pengolahan aromanis tepat sekitar 10 meter dibelakang tempat ayah duduk. Beliau mengkaji bagaimana cara membuat produk aromanis sesuai dengan standar yang berkualitas.

Bulan demi bulan dilewati sembari mengulik jenis produksinya. Sampai kata "gagal" selalu hadir menengok jerih payah kami, terimakasih ya!. 

Alhasil, semangat yang terus semakin memuncak karena si "gagal" itu, telah memberi energi baru pada keluarga kami, terutama ayah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline