Lihat ke Halaman Asli

Sumire Chan

www.rumpunsemesta.wordpress.com

Jangan Lupa untuk Bercermin

Diperbarui: 27 Januari 2022   06:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar : Cerpenid

Selain nasihat "jangan lupa bahagia" dan "jangan lupa untuk bersyukur", nampaknya ada satu hal lagi yang sudah seyogyanya tidak kita lupakan yakni "jangan lupa untuk bercermin".

Analogi kata "bercermin" dalam kehidupan memiliki makna fisik dan psikis. Secara fisik ketika kita ingin melihat bagian tubuh, rambut yang sudah rapi, bedak yang tertata, pastilah kita membutuhkan cermin. Sedikitnya dua kali dalam sehari kita pasti bercermin. 

Secara psikis, kita juga membutuhkan cermin untuk melihat seperti apa diri kita, yaitu orang lain. Selain sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk halnya tolong-menolong. Kita juga membutuhkan orang lain untuk mematut diri, mendengar apa yang orang lain katakan tentang diri kita. Lebih tepatnya, mungkin ini disebut dengan instrospeksi diri. 

Mengapa bercermin tidak berkaca? Sebab hanya cerminlah yang dapat memantulkan dengan jelas fisik kita, bukan lagi kaca yang terkadang tidak terlalu jelas. 

Sifatnya bukan menerka lagi melainkan wujud kenyataan dengan segala bentuk penerimaan. Ada yang ketika bercermin melihat dirinya dengan segala kebaikan dan keburukan di sekelilingnya, ada juga yang berlaku sebaliknya. 

Tergantung dari sudut mana kita memandang. Mau terlihat muka saja? Bisa. Mau terlihat kaki saja juga bisa. Bergantung Anda ingin bercermin dari segi mana dan ingin melihat bagian tubuh yang mana. 

Dalam mengarungi kehidupan sehari-hari, seringkali kita menemukan beragam permasalahan yang kompleks. Setiap orang adalah pilot bagi dirinya sendiri. Ialah yang akan menentukan akan dibawa terbang kemana pesawat yang dikendarai. 

Perlu sebuah kontrol diri dalam menjalani sebuah kehidupan. Acapkali kita berlaku menuntut hak dengan mengenyampingkan kewajiban, menuntut kebenaran padahal kesalahan ada dalam diri,  atau halnya berlaku sebagai korban padahal pelaku. 

Setiap manusia mempunya karakter, kebutuhan dan kepentingan yang berbeda. Hal inilah menjadikan kompleksnya sebuah kehidupan. Semesta bukan hanya milik diri kita sendiri. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline