Lihat ke Halaman Asli

Nanang Diyanto

TERVERIFIKASI

Travelling

Cerita Petani dan Buruh Tani Madiun

Diperbarui: 17 Juni 2015   18:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14155370301395242618

[caption id="attachment_334195" align="aligncenter" width="600" caption="Penghujan segera datang padi dipanen lebih awal"][/caption]

Madiun (9/11/14)

Meski mendung menggelayut namun panasnya udara luar biasa di Madiun siang tadi, orang bilang ini musim tumbuk (puncaknya kemarau), biasanya terjadi menjelang tanggal 9 bulan 9, tanggal 10 bulan 10, atau tanggal 11 bulan 11 di bulan masehi. Dan setelah melewati tangggal dan bulan tersebut diperkirakan hujan datang. Tidak tahu dari mana para petani Madiun mengetahui penanggalan tersebut, mungkin lamanya menjadi petani yang sudah turun temurun membuat mereka jeli untuk mengingatnya.

Ada pemandangan yang tidak biasanya tadi siang puluhan orang bersama-sama menyabit dan merontokan padi yang menurut pengamatan saya belum waktunya, maksudnya masih lebih baik dipanen 10-15 hari ke depan, karena batang dan daun padi masih kelihatan hijau.

Rasa penasaran itu menghatarkan saya untuk menepikan kendaraan dan mendekat pada orang-orang yang sedang sibuk bekerja di persawahan Kaibon (selatan Madiun).

"Tahsih ijem kok sampun dipaneni Bu?" tanya saya, yang bila diartikan dalam bahasa Indonesia masih hijau kok sudah dipaneni.

"Selak blebah mas, yen blebah gabahe risak, mboten wonten panas, regine saget ambleg...." jawab bu Partini sambil tanganya cekatan meletakan segebok dahan padi ke dalam mesin perontok padi yang digerakan dengan diesel kecil. Bu Kartini menceritakan keburu musim penghujan, padinya bisa rusak karena tidak ada panas, dan harganya bisa anjlog kalau tidak dipanen sekarang.

"Kangungane piyambak bu?" tanya saya.

"Gadahane dewe mas, yen ingkan ngerek niku tiyang kerjo, kedah cepet-cepet mergi ketawise jawahe meh dawah, niki wau ngerjakne tiyang 15, tiyang Dagangan ngriko...." kata bu Partini, menjelaskan bila ini sawah miliknya, dan 15 orang yang membatu menyabit dan merontokan padi dengan mesin perontok tersebut orang yang dipekerjakannya berasal dari daerah Dagangan (kecamatan di Madiun).

"Sedintene pinten bu ogkose?" saya menanyakan bayaran untuk sehari bekerja.

"Kerjanya setengah hari, kulo bayar 20 ewu, kulo paringi maem lan nginum..." bu Partini menjelaskan kerjanya cuma setengah hari, dan setengah hari tersebut dibayar 20 ribu per orang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline