Lihat ke Halaman Asli

Bung Ojan

Pecinta Sastra dan Filsafat

DPR, Kau itu Kacung!

Diperbarui: 25 September 2019   15:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

(Catatan Seorang Demonstran pada Tragedi 24 September 2019)

"Aneh: hukum negara bertabrakan dengan hak dasar kemanusiaan, dan keduanya telah tiba pada kondisi purik (saling membenci) yang susah disembuhkan. Tetapi, jalan terang tetap terlihat, setidak-tidaknya di cakrawala pandangan setiap orang yang tak mengenal putus asa." ~Emha Ainun Nadjib

24 September 2019. Aku bersama kawan-kawan demonstran yang yang menolak adanya revisi terhadap beberapa UU berhasil mengepung Gedung DPR. Sehari sebelumnya, 23 September 2019, kami juga sudah melakukan aksi. Beberapa presiden mahasiswa dari berbagai kampus diajak audiensi oleh DPR, tetapi usulan dan gagasan kami ternyata: ditolak.

Proses aksi berjalan lancar sebelum akhirnya sekitar jam 16.00 WIB pada tanggal 29 September, aparat mulai menembaki kami dengan water canon dan gas air mata. Mahasiswa dipaksa mundur. Chaos terjadi sampai waktu tengah malam tiba. Daerah gedung DPR, GBK, dan Palmerah menjadi zona merah. Terjadi bentrok antara para demonstran dengan aparat kepolisian. Jalan yang melingkari gedung DPR penuh dengan api. Jumlah korban yang pingsan dan luka-luka sudah tidak terhitung jumlahnya karena begitu banyaknya.

Kami bingung. Kami sungguh tidak mengerti apa tujuan aparat menembaki kami dengan begitu buasnya. Padahal kami datang hanya membawa gagasan yang kami yakin akan mewadahi aspirasi rakyat Indonesia.

Kami membawa pikiran-pikiran rakyat kepada mereka yang "katanya" wakil rakyat. Kami menyampaikan apa yang ingin disampaikan oleh rakyat.

Bukan cuma satu dua orang tukang angkot, tukang bengkel, penjual siomay, dll, yang bilang kepada kami saat diperjalanan bahwa mereka menitipkan "salamnya" kepada para DPR.

Mereka bingung harus menyampaikan dengan cara apa dan kepada siapa segala keresahan bahkan kekecewaan mereka. Dan atas premis inilah kami turun ke jalan.

Tetapi kami diwejangi dengan water canon dan gas air mata. Pikiran kami dilawan dengan seragam lengkap polisi, tendangan dari sepatu lars panjang mereka, pukulan serta upaya represif lainnya.

Kami para demonstran yang datang dengan tangan kosong, disuguhi dengan peralatan lengkap. Kami dipaksa untuk konfrontasi dengan aparat, sementara pejabat, duduk dengan nikmat.

Suara dari ribuan demonstran tidak didengar. Suara kami menemui gerbang DPR yang mentok. Dan pada akhirnya yang kami dapat adalah sesak nafas, luka sobek, mata pedih, kaki terkilir, dan darah segar yang menetes dari tubuh-tubuh kami.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline