Lihat ke Halaman Asli

Budiman Hakim

TERVERIFIKASI

Begitulah kira-kira

Ari-Reda, Hanya Tuhan yang Dapat Memisahkan Mereka

Diperbarui: 20 Juni 2018   09:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bersama isteri khusus ke Jogja untuk menyaksikan shownya Reda dan Jubing

Adalah tidak lengkap kalo saya menulis tentang Ari Malibu tanpa bercerita tentang pasangan duetnya Reda L Gaudiamo. Sebuah pasangan duet yang mengawali karirnya dengan menyanyikan lagu-lagu Simon-Garfunkle.

Kita semua pasti pernah mendengar lagu-lagu Simon-Garfunkle, kan? Buat yang menjawab "belum", silakan googling deh, ya. Sejak kecil saya ngefans berat dengan grup itu. Kenapa? Karena duet Simon-Garfunkle ini lagu-lagunya bagus, liriknya indah luar biasa dengan melodi mendayu-dayu memanjakan telinga yang mendengarnya.

Perpaduan suara keduanya bening, halus dan sangat menyatu. Begitu indahnya suara Simon-Garfunkle ini sehingga saya punya keyakinan pasti gak akan pernah ada duo di negeri ini yang mampu menyanyikan lagu-lagu mereka.

Tapi ternyata keyakinan saya salah. Tiba-tiba di awal tahun 80-an, dari Kampus Fakultas Sastra, Universitas Indonesia, muncullah duet Ari Reda. Mereka tampil menyanyikan lagu-lagu Simon-Garfunkle dan hebatnya, mereka mampu menyanyikannya dengan bagus sehingga saya langsung jatuh cinta pada mereka berdua.

Keberterimaan masyarakat pada pasangan itu membuat Ari-Reda kebanjiran manggung di banyak tempat dan dikenal sebagai duet yang menyanyikan lagu-lagu Simon-Grafunkle. Dan tiba-tiba duet Ari-Reda menjadi terkenal.

Saya adalah salah satu saksi hidup yang mengikuti perjalanan duet grup Ari-Reda ini. Saya menyaksikan perjuangan mereka dalam mencari bentuk dan identitasnya sendiri.

Ari-Reda memahami bahwa tidak mungkin bisa maju kalo hanya mengandalkan lagu-lagu terkenal yang sudah ada. Apa artinya populer kalo cuma mendapatkan julukan Simon-Garunkle-nya Indonesia? Atau menjadi band Queen-nya Indonesia atau mendapat gelar Rod Stewart-nya Indonesia? Menjadi me too product hanya akan membuat kita sebagai pengekor. 

Mengawali karir dengan menyanyikan lagu-lagu orang lain sih OK tapi ke depannya tentu kita harus mempunyai identitas sendiri. Dalam dunia advertising, proses tentang hal itu sering saya sebut dengan istilah Brand Journey.

Dan Tuhan memang bekerja dengan cara yang tak terpikirkan. Seorang penyair kondang bernama Sapardi Djoko Damono, suatu hari memaparkan mimpinya untuk memasyarakatkan puisi ke seluruh lapisan masyarakat. Menurut Sapardi, di negara-negara barat, seorang murid sekolah menengah bisa mengingat minimal 10 puisi karya penyair negaranya. Sementara di negeri ini, orang hanya mengenal puisi "AKU" dari Chairil Anwar. Itupun hapalnya juga cuma satu bait doang.

Murid-murid Sapardi Djoko Damono tentu saja menyambut baik keinginan Sapardi dan dengan senang hati bersedia membantu mewujudkan mimpi Sang Dosen Idola. Setelah berdiskusi ke barat ke timur, disepakatilah untuk membuat proyek musikalisasi puisi karena cara yang paling mudah untuk memasyarakatkan puisi ke khalayak ramai adalah melalui lagu. 

Pembuat lagunya kebanyakan adalah mantan-mantan mahasiswa Sapardi sendiri, misalnya AGS Arya Dipayana, Umar Muslim, Dina Nasution, saya, dan tentu saja Ari dan Reda sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline