Lihat ke Halaman Asli

Outside In–Inside Out, Kombinasi Makna Berkompasiana

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini Budi.

Budi pergi ke sekolah

Budi tidak memakai seragam, bahkan belum mandi

Karena

Budi belajar di kelas maya

Itu di sini

Di Kompasiana

*****

Sebagai Kompasianer yang baru bergabung kurang dari setengah tahun, lebih tepatnya 20 hari lagi menginjak satu semester, Budi banyak belajar. Ketika menjadi anak baru, pastilah ada keraguan bersapa dan bersuara di sini. Ada rasa keterasingan di tengah gemuruh penghuni kelas. Mereka bak hantu. Tidak terlihat wujudnya. Kehadiran mereka direpresentasikan oleh rentetan huruf bermakna yang berebutan muncul di depan mata. Terbersit tekad kuat untuk cepat dikenal, namun kadang surut dibungkam keterbatasan waktu dan kemalasan bersapa.  Namun itu hanyalah kambing hitam di balik rasa cinta yang masih setengah-setengah. Atau, jangan-jangan ini bentuk kepongahan dari Si Budi. Ternyata Budi belum totalitas, namun ada tekad untuk tetap beraktivitas. Aktivitas untuk terus belajar. Toh, belajar bisa dari siapa saja dan dimana saja.

Belajar pun seperti malu-malu kucing. Menulis sebisanya, menyapa seadanya. Namun mata tetap mencermati kemunculan tulisan orang. Begitu susah memilah dan memilihnya di tengah keterbatasan waktu. Tulisan itu begitu derasnya mengalir, lalu tenggelam diseret tulisan baru.  Tersedia tiga pilihan untuk membaca: acak, pesona judul, atau pesona penulisnya. Apapun cara menemukan dan membaca tulisan tersebut, Budi selalu berusaha belajar. Belajar yang tidak sebatas ilmu an sich, namun balajar menyikapi dan memahami tulisan yang tersurat dan tersirat, apapun warna-warni tulisan itu. Muaranya adalah pengembangan diri. Membacanya dan meresapi tulisan di Kompasiana pun hanya demi kepentingan diri sendiri. Itulah Outside-In.

Pada awalnya, tulisan Budi hanya merekam kembali pengetahuan. Reproduksi ulang dari akumulasi pengetahuan yang sudah terpatri di kepala. Atau sekedar menuliskan dari apa yang teramati panca indera. Ketika kepercayaan diri meningkat, nafsu menulis pun muncul. Tulisan pun mulai mengalir tiap hari. Kemunculan tulisan pun seolah menjadi target jati diri dan eksistensi. Malah bisa berujung kepedean. Keakuan dan pengakuan pun mulai menggoda. Untungnya ketika membaca tulisan para maestro kata-kata, kepedenan mulai terkikis. Para maestro itu ternyata ada di sini. Di atas langit masih ada langit. Rasa malu pun terbersit, mengapa tulisan Budi belum bermakna dan bermanfaat. Rasa malu yang memotivasi. Keterbacaan tulisan Budi pun biasa-biasa saja, setidaknya itulah indikatornya. Hidup bermakna untuk orang lain ternyata tidak mudah, walaupun itu hanya lewat permainan kata-kata saja. Itulah makna dari Inside-Out yang sulit diraih, namun jangan juga memaksakan diri atau terobsesi. Toh setiap diri punya kapasitas tersendiri. Biarlah itu mengalir seperti air di sini. Yang penting,  jangan sampai itu mengikis semangat menulis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline