Lihat ke Halaman Asli

Budi Susilo

TERVERIFIKASI

Bukan Guru

Menolak Tawaran Rokok Bukan Sebab Anti, tapi Takut Ketagihan

Diperbarui: 11 Januari 2023   07:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi orang merokok (dokumen pribadi)

Seorang tukang becak dari atas sadel menyodorkan sebungkus rokok.

“Polisi cepek” yang sedang duduk di buk)* mengambil sebatang.

Penjual akik di sampingnya mengambil satu batang. Pekerja serabutan yang berdiri di belakang mereka juga menarik sebatang.

Pria berusia 74 duduk di samping mengambil satu batang, sembari menawarkan kepada saya yang menggelengkan kepala.

“Gak apa-apa ya saya merokok?”

Saya tidak anti rokok. Sebelum sakit saya terbiasa merokok dua bungkus sehari. Satu dalam kemasan kertas mengkilap berwarna hijau kekuningan. Satu lagi dalam kotak karton berwarna biru.

Rokok kretek dinikmati saat memiliki selang waktu panjang, misalnya sedang santai. Jenis mild diisap saat terburu-buru ditunggu oleh waktu. Tidak lebih dari sepuluh menit.

Saya hafal, bagaimana cara menikmati rokok. Kendati baru belajar merokok setelah berusia 20 tahun, saya sudah mencoba beragam jenis olahan tembakau dari bermacam merek.

Kemudian gangguan pada paru-paru mengantar saya menginap di rumah sakit. Dari itu sempat berhenti beberapa bulan.

Frasa “sempat berhenti “ melayang akibat mencoba satu dua isap asap rokok. Saya kembali ketagihan. Peringatan bahaya dan pembatasan tempat merokok tidak menghalangi kebiasaan yang dapat mengganggu kesehatan tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline